A .
Proses Peralihan Kekuasaan Politik Indonesia
Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966
memberikan wewenang penuh kepada Mayjen Soeharto untuk mengambil segala
tindakan yang dinilai penting untuk menjga kestabilan keamanan dan ketenangan
sosial guna memperlancar jalannya revolusi . Oleh karena itu , Soeharto
membentuk Kabinet Ampera. Kabinet yang diresmikan pada 28 Juli 1966 itu
memiliki agenda utama melaksanakan pemilu , menstabilkan kondisi ekonomi dan
politik Negara , serta mengadakan perbaikan di bidang sandang dan pangan .
Program – program kerja Kabinet Ampera disusun pada Sidang Umum MPR yang ketiga
, tahun 1966 . Seluruh program kerja Kabinet Ampera terdapat dalam Catur Karya
, dengan prinsip Dwi Dharma .
Sementara itu , suasana politik
Indonesia makin memanas dengan tidak disetujuinya pidato pertanggungjawabannya
Soekarno oleh Majelis Sidang Umum MPRS . Pidato pertanggungjawaban yang dikenal
dengan nama Nawaksara itu dinilai tidak lengkap oleh majelis sidang karena
tidak menceritakan peristiwa G30S/PKI dan akibat – akibatnya secara detail .
Lalu , tanggal 22 Oktober 1966 , MPRS
mengirim nota kepada Presiden Soekarno agar beliau merevisi dan melengkapi pertanggungjawabannya
. Pidato hasil revisi itu kemudian diberi nama Pelengkap Nawaksara . Akan
tetapi , Pelengkap Nawaksara itu justru membuat situasi Politik bangsa menjadi
semakin tegang . Ada beberapa organisasi massa dan unsure pemerintah yang
menolak Pelengkap Nawaksara . Organisasi tersebut , misalnya , Dewan Pimpinan
Daerah PNI Sulawesi Selatan , DPRD Sulawesi Selatan , dan GMNI Bandung . Bahkan
, dalam menanggapi masalah tersebut , koordinator Pemuda Sekretariat Bersama
Golkar mengusulkan agar MPRS mengadakan siding istimewa .
Suasana politik yang makin
memanas itu ditindaklanjuti oleh DPR dengan mengajukan memorandum kepada MPRS
untuk menggelar sidang istimewa secepatnya . Sementara itu , pihak ABRI
melakukan pendekatan secara personal dengan Presiden Soekarno . Mereka membujuk
agar Presiden Soekarno melakukan penyerahan kekuasaan kepada Mayjen Soeharto
sebelumnya dilaksanakannya Sidang Umum MPRS . Pertimbangannya adalah agar
perpecahan di kalangan rakyat dapat dihindari dan dalam rangka untuk menyelamatkan
lembaga kepresidenan , serta menjaga kewibawaan pribadi Presiden Soekarno .
Selanjutnya , pada 7 Februari 1967 , Mayjen Soeharto menerima surat dari
Presiden Soekarno yang dititipkan melalui perantara Hardi , S.H. Di surat ini ,
dilampirkansurat penugasan untuk menangani masalah sehari – hari . Mayjen
Soeharto lalu membuat sebuah rancangan konsep yang akan dipakai untuk
mempermudah proses penyelesaian krisis politik . Konsep itu berisi pernyataan
bahwa Presiden Soekarno berhalangan memimpin pemerintahan dan menyerahkan
tanggung jawab kekuasaan pemerintahan kepada pemegang mandate Surat Perintah 11
maret 1966 , yakni Mayjen Soeharto .
Lalu , Mayjen Soeharto
mengajukan konsep ini kepada Soekarno pada 11 Februari 1967 . Ternyata ,
Presiden Soekarno tidak menyetujui rancangan konsep itu . Beliau keberatan
dengan istilah “berhalangan” yang terdapat dalam rancangan tersebut dan
menginginkan adanya perubahan .
Mayjen Soeharto kembali
mengadakan pertemuan dengan para staf panglima pada 13 Februari 1967 . Pada
pukul 11.00 , para staf panglima mengutus Jenderal Panggabean dan Jenderal
Polisi Soetjipto Joedodihardjo untuk menghadap Presiden Soekarno dengan konsep
yang tekah diperbaiki . Meskipun pada awalnya Presiden Soekarno masih tidak
sependapat dengan konsep tersebut , atas perantara Ajudan Presiden , Mayjen
Surjo Sumpeno , konsep tersebut disetujui oleh Soekarno dengan syarat bahwa
beliau akan mendapatkan jaminan dari Jenderal Sorharto .
Pada 19 Februari 1967 , Mayjen
Soeharto beserta para staf panglima diminta oleh Presiden Soekarno untuk
berkumpul di Istana Bogor . Pada awalnya , Presiden Soekarno masih berkeberatan
menandatangani rancangan konsep yang yang
diajukan oleh Mayjen Soeharto meskipun beliau telah menyetujui rancangannya .
Sore harinya , Panglima Angkatan Laut dipanggil oleh Presiden Soekarno dengan
membawa konsep yang telah dipersiapkan sebelumnya . Presiden Soekarno kemudian
menyetujuinya dengan melakukan perubahan – perubahan kecil , seperti pada pasal
3 yang ditambah dengan kata – kata menjaga
dan menegakan revolusi . Selanjutnya
, pada 20 februari , Presiden Soekarno menandatangani konsep tersebut . Beliau
meminta agar rancangan tersebut diumumkan pada hari Kamis , 23 Februri 1967 ,
dengan disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera dan anggota kabinet ,
Presiden Soekarno secara resmi , telah menyerahkan jabatan kekuasaan
pemerintahan kepada Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 , Jenderal
Soeharto . Momentum itulah yang menandakan awalnya masa pemerintahan Orde Baru
Indonesia .
B .
Kebijakan – Kebijakan Ekonomi Era Orde Baru
Kebijakan perekonomian di era Orde
Baru telah disusun sebelumnya pada 1966 . MPRS mengeluarkan Ketetapan No.
XXIII/MPRS/1966 yang berisi tentang Pembaruan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi ,
Keuangan dan Pembangunan . Tujuan dikeluarkannya Ketetapan MPRS itu adalah
mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun
1955 .
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XXIII
tahun 1966 itulah ,Soeharto meletakan dasar – dasar rencana pembangunan perekonomian
Indonesia . Pada awal masa pemerintahan Orde Baru , Soeharto dihadapkan oleh
utang peninggalan Orde Lama yang mencapai 2,2 – 2,7 miliar dolar Amerika
Serikat . Untuk menanggulanginya , Soeharto mencanangkan berbagai kebijakan –
kebijakan ekonomi dalam dan luar negeri . Kebijakan perekonomian dalam negeri
yang dicanangkan oleh Soeharto , antara lain adalah sebagai berikut .
1
. Dikeluarkannya beberapa Peraturan pada 3 Oktober 1966 .
Ÿ menerapkan anggaran
belanja berimbang . fungsinya adalah
untukmengurangi salah satu penyebab terjadinya inflasi .
Ÿ menerapkan kebijakan
untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha – usaha sektor produktif
seperti sector pangan , ekspor , prasarana , dan industri .
Ÿ
menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri , serta berusaha untuk mendapatkan
pembiayaan / kredit luar negeri baru .
Ÿ menerapkan kebijakan
penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar negeri untuk
turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia .
2
. Dikeluarkannya Peraturan 10 Februari 1967 tentang persoalan harga dan tariff
.
3
. Dikeluarkannya Peraturan 28 Juli 1967 , kebijakan ini dikeluarkan untuk
memberikan stimulasi kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari
hasil usahanya untuk sector pajak dan ekspor Indonesia .
4
. menerapkan Undang – Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing .
5
. mengesahkan dan menerapkan Rencana Undang – Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara ( RUU APBN 1968 ) .
Soeharto juga menerpakan kebijakan
ekonomi yang berorientasi luar negeri , yaitu denagn melakukan permintaan
pinjaman dari luar negeri . Negara – Negara maju , seperti Jepang , Inggris ,
Amerika Serikat , Prancis , Italia , Jerman Barat , dan Belanda menanggapi baik
maksud Indonesia ini . Berikut ini hasil perundingan tersebut
1
. Indonesia mendapatkan penangguhan pembayaran utang luar negerinya . yang
seharusnya dibayar pada tahun 1968 , ditangguhkan hingga kurun waktu tahun 1972
– 1978 .
2
. Utang – utang Indonesia yang jatuh tempo pada tahun 1969 dan 1970 juga
mendapat pertimbangan untuk ditunda dengan pemberian syarat – syarat yang lunak
dalam pelunasannya .
Indonesia juga tergabung dalam
institusi ekonomi internasional , seperti World Bank , yang waktu itu masih
bernama Internasional Monetary Fun (IMF) , Iternasional Development Agency
(IDA) dan Asian Development Bank (ADB) . Dana bantuan luar negeri tersebut
kemudian dinamakan sebagai Bukti Ekspor (BE) , yang mencakup 3 sektor utama ,
yaitu :
1
. Sektor Impor , yang difokuskan pada impor barang – barang ekonomi seperti
pupuk , suku cadang , dan obat hama .
2
. Sektor proyek – proyek pembangunan . Dana proyek pembangunan ini didapatkan
dari penjualan barang konsutif yang di hasilkan dari aproduksi barang impor
yang keuntungannya dipakai sebagai modal pembangunan .
3
. Sekto pangan , yang di fokuskan pada peningkatan swasembada pangan dalam
negeri . hasil dari swasembada pangan ini kemudiam digunakan sebagai modal
pembangunan .
Dari kebijakan perekonomian yang
dikeluarkan oleh pemerintahn Orde Baru , baik itu bersifat dalam negeri maupun
luar negeri , terdapat beberapa kararteristik utamanya adalah , secara ideal ,
pemerintahan Orde Baru berusaha untuk membangun pembangunan yang terdistribusi
secara merata diseluruh Indonesia . Orde Baru memusatkan pencarian dana
pembangunan dari sector pinjaman kuar negeri . Hal itu berbeda dengan masa
pemerintahan Soekarno yang sangat anti terhadap pinjaman luar negeri .
No comments:
Post a Comment