A. Pendahuluan
Penyakit herediter disebabkan oleh kelainan herediter di dalam
kromosom atau gen pada satu atau kedua orang tua yang diturunkan pada
keturunannya. Kromosom yang berubah dapat menyebabkan
dihasilkannya protein abnormal yang mengakibatkan terganggunya fungsi
tubuh yang penting.
Pada umumnya, cacat atau penyakit menurun secara genetik bersifat
relatif, sehingga muncul apabila genotipnya dalam keadaan homozigot. Cacat atau
penyakit menurun ini tidak akan terjadi jika individu memiliki genotip
heterozigot, karena gen yang membawanya tertutupi oleh gen pasangannya yang
dominan. Cacat atau penyakit menurun tidak dapat disembuhkan atau ditularkan
karena kelainan ada pada bagian substansi hereditas yang disebut gen. Walaupun
gangguan genetik ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dalam beberapa hal
konsekuensi fenotipnya dapat dibatasi. Tindakan penyembuhan dapat dilakukan
dengan diet, penyesuaian lingkungan, pembedahan, kemoterapi, maupun rekayasa
genetika.
Harus diketahui tidak semua penyakit familial (yang terdapat dalam
keluarga) adalah herediter, beberapa penyakit dapat disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang memajan suatu keluarga (misal, defisiensi gizi) sedangkan
penyakit lain dapat diakibatkan dari mutasi gen baru pada keturunan.
· Beberapa
penyakit yang dibahas:
1) Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah pada perdarahan. Diakibatkan
oleh kelainan genetik yang bersifat sex-linked resesif
Ada beberapa jenis penyakit hemofilia, yang paling umum yaitu hemofilia A
dan B. Semuanya dapat menyebabkan perdarahan berkepanjangan. Luka kecil yang
terjadi pada orang dengan hemofilia biasanya tidak menjadi masalah yang serius.
Masalah serius, terutama pada hemofilia A dan B, ketika terjadi pendarahan
dalam (interna) dan pendarahan pada sendi.
Penyakit hemofilia ini merupakan penyakit yang diwariskan atau diturunkan
(inherited) karena terkait dengan kromosom X. Sehingga Hemofilia merupakan
penyakit seumur hidup, walaupun demikian dengan perawatan yang tepat dan
perawatan diri yang baik, kebanyakan orang dengan hemofilia dapat
mempertahankan gaya hidup aktif dan produktif.
Seperti telah disinggung sebelumnya, hemofilia adalah penyakit terkait
kromosom X atau kelainan genetik yang meng kode faktor pembekuan darah.
Kita tahu, bahwa setiap manusia normal memiliki dua kromosom seks, XX
atau XY. Perempuan mewarisi kromosom X dari ibu dan kromosom X dari ayah.
Sedangkan Laki-laki mewarisi kromosom X dari ibu dan kromosom Y dari ayah.
Gen yang menyebabkan hemofilia A atau B terletak pada kromosom X,
sehingga tidak dapat ditularkan dari ayah ke anaknya. Hemofilia A atau B hampir
selalu terjadi pada anak laki-laki dan diturunkan dari ibu ke anak melalui
salah satu gen ibu. Namun kebanyakan perempuan yang memiliki gen hemofili
ini hanya berperan sebagai pembawa dan tidak menunjukkan tanda-tanda atau
gejala hemofilia.
Selain faktor keturunan di atas, ada juga kemungkinan bagi seseorang
mengalami hemofilia A atau B melalui mutasi gen spontan.
Gen yang menyebabkan hemofilia C dapat ditularkan kepada anak-anak oleh
salah satu orangtua. Hemofilia C dapat terjadi pada anak laki-laki dan
perempuan.
Akibat gangguan gen tersebut maka terjadilah:
§ Hemofilia A. Jenis yang paling banyak, hemofilia A disebabkan oleh
kurangnya faktor pembekuan 8 (VIII).
§ Hemofilia B. Disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan 9 (IX).
§ Hemofilia C. Tipe ini disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan 11 (XI),
dan gejalanya seringkali paling ringan diantara jenis lainnya.
Tanda dan gejala pendarahan yang dapat terjadi pada
hemofilia adalah:
§ Beberapa memar pada kulit berukuran besar
§ Memar berlebihan setelah terbentur
§ Sendi bengkak dan nyeri yang disebabkan oleh perdarahan internal
§ Darah dalam urin atau feses (tinja)
§ Pendarahan yang tak kunjung berhenti setelah terjadi luka atau cedera
atau setelah operasi atau cabut gigi
§ Mimisan tanpa diketahui penyebabnya
§ Perdarahan yang tidak biasa setelah suntik atau imunisasi
Tanda dan gejala hemofilia darurat dapat meliputi:
§ Nyeri tiba-tiba, pembengkakan, dan rasa hangat pada sendi-sendi besar,
seperti lutut, siku, pinggul dan bahu, dan otot-otot lengan dan kaki
§ Perdarahan setelah cedera, terutama jika Anda memiliki bentuk parah dari
hemofilia
§ Nyeri, sakit kepala tak kunjung reda
§ Sering muntah
§ Kelelahan ekstrim
§ Sakit leher
§ Penglihatan ganda (diplopia)
Sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan hemofilia, akan tetapi
kebanyakan orang dengan penyakit hemofilia ini dapat menjalani kehidupan dengan
cukup normal.
Pengobatan hemofilia bervariasi tergantung pada jenis hemofilianya dan
seberapa berat penyakitnya.
Pengobatan untuk Hemofilia A ringan. Pengobatan yang biasa dilakukan
yaitu menggunakan suntikan lambat hormon desmopressin (DDAVP) ke pembuluh darah
untuk merangsang pelepasan faktor pembekuan darah yang lebih banyak untuk
menghentikan pendarahan.
Sedangkan pengobatan untuk hemofilia A berat atau hemofilia B. Perdarahan
dapat berhenti hanya setelah infus faktor pembekuan yang berasal dari darah
manusia yang disumbangkan oleh donor atau dari produk rekayasa genetika yang
disebut faktor pembekuan rekombinan. Infus yang berulang-ulang mungkin
diperlukan jika pendarahan berlangsung serius.
Obat hemofilia yang disebut antifibrinolitik terkadang diresepkan bersama
dengan terapi penggantian faktor pembekuan. Fungsi obat ini untuk membantu
pembekuan darah yang lebih kuat.
Penanganan luka kecil
Jika Anda atau anak Anda mengalami luka kecil yang berdarah, gunakanlah
perban atau kasa dingin (diberi es) agar pendarahan mengecil dan cepat
berhenti.
Gaya Hidup dan Rawatan di rumah
Langkah-langkah
ini dapat membantu Anda menghindari perdarahan yang berlebihan dan dapat
melindungi sendi :
§ Berolahraga secara teratur. Kegiatan seperti berenang, naik sepeda dan
berjalan dapat membangun otot sekaligus melindungi sendi. Namun olah raga yang
melibatkan kontak fisik seperti sepakbola, hoki atau gulat – tidak aman untuk
orang dengan hemofilia.
§ Hindari obat-obatan tertentu. Obat yang dapat memperburuk perdarahan
antara lain aspirin dan ibuprofen. Oleh karena itu, sebaliknya gunakanlah
acetaminophen (parasetamol), yang aman untuk menghilangkan rasa sakit ringan
dan ketika demam. Selain itu hindari juga obat-obatan tertentu yang memiliki
efek mengencerkan darah, seperti heparin dan warfarin.
§ Jaga kebersihan gigi dan mulut. Hal ini dapat membantu agar tidak
memerlukan pencabutan gigi karena gigi yang rusak. Pencabutan gigi dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan.
§ Melindungi anak dengan hemofilia dari luka yang bisa menyebabkan
perdarahan.
2) Thalasemia
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor
genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah, atau
disebut dengan hemoglobin, tidak berfungsi secara normal.
Zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan digunakan oleh sumsum tulang
untuk menghasilkan hemoglobin. Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah
berfungsi mengantarkan oksigen dari paru-paru ke seluruh anggota tubuh. Penderita
thalassemia memiliki kadar hemoglobin yang berfungsi dengan baik lebih rendah.
Oleh karena itu, tingkat oksigen dalam tubuh penderita thalassemia lebih
rendah.
Pada thalasemia didapatkan pembentukan hemoglobin abnormal, sehingga
eritrosit mudah hancur. Hemoglobin adalah molekul pengikat oksigen dan karbon
dioksida dalam eritrosit (sel darah merah).
Gejala thalassemia yang dialami oleh setiap orang itu berbeda-beda,
tergantung pada tingkat keparahan dan tipe thalassemia yang diderita. Untuk
bekerja dengan normal, hemoglobin memerlukan 2 protein alfa dan 2 protein beta.
Kelainan pada protein alfa disebut dengan thalassemia alfa dan pada protein
beta thalassemia beta. Jika terjadi banyak mutasi pada material genetika yang
membuat hemoglobin, maka thalassemia yang diderita akan parah. Untuk kasus yang
parah, transfusi darah akan sering dibutuhkan. Namun jika mutasi yang terjadi
sedikit atau terbatas, maka gejala bisa lebih ringan.
Contoh gejala penderita thalassemia adalah berat badan yang rendah,
mengalami gejala anemia seperti sesak napas dan mudah lelah, dan sakit kuning.
Penyebab Thalassemia
Mutasi pada DNA yang membuat hemoglobin pembawa oksigen ke seluruh tubuh
merupakan penyebab seseorang menderita thalassemia. Penyakit ini terjadi akibat
kelainan pada faktor genetika, namun penyebab pasti mengapa mutasi gen ini
terjadi belum diketahui.
Diagnosis Thalassemia
Tes darah dapat dilakukan untuk mendiagnosis thalassemia, namun untuk
mengetahui tipe thalassemia yang diderita harus melakukan tes DNA.
Tes darah dapat digunakan untuk mengevaluasi hemoglobin dan mengukur
jumlah zat besi yang terkandung di dalam darah. Selain itu, tes darah juga bisa
untuk menganalisis DNA guna memeriksa apakah seseorang memiliki gen hemoglobin
yang mengalami mutasi.
Pemeriksaan pada bayi yang dilakukan saat hamil atau disebut dengan
pemeriksaan antenatal berguna untuk memberikan informasi yang diperlukan orang
tua untuk mempersiapkan diri, dan memeriksa keberadaan penyakit genetika
lainnya, seperti anemia sel sabit.
Perawatan Thalassemia
Thalassemia kemungkinan dapat diobati dengan dua metode perawatan, yaitu
dengan transfusi darah tali pusat dan transplantasi sumsum tulang. Namun metode
perawatan ini tidak cocok untuk semua penderita thalassemia dan bisa
menyebabkan terjadinya sejumlah komplikasi.
Transfusi darah secara rutin diperlukan bagi penderita thalassemia beta,
namun hal ini bisa berakibat kepada menumpuknya zat besi di dalam tubuh dan
menyebabkan gangguan kesehatan yang serius. Perawatan untuk menyingkirkan zat
besi berlebih di dalam tubuh bisa dilakukan dengan terapi khelasi.
Komplikasi Thalassemia
Risiko terkena komplikasi thalassemia dapat dikurangi dengan melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin. Beberapa kemungkinan komplikasi thalassemia
yang dapat terjadi adalah hepatitis, osteoporosis, pubertas yang tertunda dan
gangguan pada ritme jantung.
3) Buta
warna
Buta warna (color blindness) adalah ketidakmampuan membedakan warna-warna
tertentu.
Cacat buta warna bermacam-macam, yaitu buta warna total dan buta warna sebagian.
Penderita buta warna tidak dapat melihat warna tertentu, misalnya warna hijau,
merah atau semua warna kecuali hitam putih. Yang paling umum adalah buta warna
merah-hijau. Penderita buta warna ini tidak dapat membedakan warna merah dan
hijau. Untuk mengetahui seseorang menderita buta warna merah-hijau atau tidak
dapat menggunakan kartu uji penglihatan ishihara. Mari perhatikan Gambar
disamping.
Cacat ini diturunkan oleh kedua orang tuanya yang normal. Faktor gen buta
warna terpaut pada kromosom sex X. Apabila dalam pasangan alel dengan kromosom
X yang normal, maka cacat buta warna tidak akan terjadi, tetapi bila
berpasangan dengan kromosom Y, maka laki-laki akan menderita buta warna.
4) Gangguan
mental
Gangguan mental karena keturunan bermacam-macam jenis dan penyebabnya.
Salah satu contohnya adalah fenilketonia (FKU) yang disebabkan oleh kegagalan
tubuh mensintensis enzim yang mengubah fenilalanin menjadi tiroksin. Di dalam
darah penderita mengandung senyawa yang tinggi. Kandungan senyawa dari fenilalanin
ini adalah asam fenilpiruvat yang dapat merusak sistem saraf sehingga
menimbulkan gangguan mental.
Kelainan mental ini dikendalikan oleh gen yang mengatur pembentukan
protein enzim. Penderita memiliki pasangan alel gen-gen relatif homozigot yang
diwariskan oleh kedua orang tua heterozigot yang penampakannya normal.
5) Albino
Orang albino memiliki rambut, mata, bulu mata, dan kulit berwarna putih.
Hal ini disebabkan karena penderita albino tidak memiliki pigmen warna melanin.
Warna melanin ada yang hitam, cokelat, kuning atau putih. Penderita albino
tidak memiliki pigmen ini karena tidak dapat menghasilkan enzim pembentuk
melanin.
Gen albino bersifat resesif dan terletak pada autosom (kromosom tubuh)
sehingga baik laki-laki maupun perempuan dapat menderita albino. Seseorang
menderita albino jika gennya dalam keadaan homozigot resesif. Jadi, sifat
tersebut di peroleh dari orang tuanya yang menderita albino atau karier.
B. Kelainan Kongenital
Penyakit kongenital terdapat pada saat lahir; beberapa diturunkan
sedangkan yang lain dapat disebabkan oleh cacat perkembangan yang asalnya
diketahui atau tidak diketahui. Tidak semua penyakit herediter adalah
kongenital (terdapat saat lahir) dan tidak semua penyakit kongenital adalah
herediter. Sebagai contoh, penyakit Huntington adalah herediter tetapi tidak
bermanifestasi hingga usia pertengahan. Sindrom alkohol janin adalah kongenital
tetapi diakibatkan dari seseorang ibu hamil yang mengingesti alkohol.
Kelainan kongenital juga dapat didefinisikan sebagai kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir
mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alamu terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi
kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan
diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi
pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu
misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
1. Angka Kejadian
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan
saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum
ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan
beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi
kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama
kehidupan fetus.
Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu
kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan
bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan
bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan
kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000
kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai
berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara
klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara
19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan
di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di
antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada
(1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis
kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa,
begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan
kongenital.
2. Faktor Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor
etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara
lain:
a) Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau
kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar,
tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah
dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainan khromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down
(mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
b) Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut.
Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah
terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah
kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes
equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
c) Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di
samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus.
Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb
virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella
pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai
katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan.
Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan
kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi
toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya
gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus,
mikrosefalus, atau mikroftalmia.
d) Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya.
Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia.
Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara
pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian
obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat.
Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan
ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi.
3. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru
lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis
ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan
resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih;
angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35
tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu
berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
4. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita
diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
5. Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin
sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam
masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
6. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,
adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan
lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
7. Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
Beberapa penyakit
yang dibahas :
1. Sindrom
Down
Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik
yang terjadi pada kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi
klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan
pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh
Dr.John Longdon Down.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative
pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka
sering juga dikenal dengan mongolisme.
Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali
sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal
dengan istilah yang sama.
2. Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter adalah kelainan kromosom pada pria yaitu adanya
kromosom X tambahan (XXY).
Gangguan perkembangan seksual disebabkan oleh kadar hormon testosteron
yang rendah pada pubertas.
3. Sindrom Turner
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki yang
diakibatkan oleh kelebihan kromosom X. Laki-laki normal memiliki kromosom seks
berupa XY, namun penderita sindrom klinefelter umumnya memiliki kromosom seks
XXY. Penderita sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan
mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang diantaranya berupa
ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan berefek pada perbesaran
payudara)
Sindrom Turner adalah kelainan kromosom pada wanita yaitu tidak adanya
(atau kerusakan) salah satu kromosom X (XO).
Pada penderita sindrom Turner didapatkan retardasi pertumbuhan dan
infertilitas.
4. Palatoskizis
(Celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing))
Pada palatoskizis (langit-langit terbelah) didapatkan palatum
(langit-langit) yang terbelah karena gangguan pertumbuhan dalam fase embrional.
Palatoskizis seringkali juga disertai dengan bibir yang terbelah
(labioskizis).
Terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau bibir
tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
Bibir sumbing adalah suatu celah diantara bibir bagian atas dengan
hidung.
Langit-langit sumbing adalah suatu celah diantara langit-langit mulut
dengan rongga hidung.
5. Hernia
umbilikalis
Hernia umbilikalis adalah keadaan dengan sebagian usus keluar dari
dinding abdomen di bawah kulit melalui umbilikus. Hernia umbilikalis sering
didapatkan pada bayi prematur.
Bodong atau hernia umbilikalis (umbilical hernia) merupakan kondisi
dimana usus menjorok lewat bukaan pada otot perut sehingga pusar tampak
menonjol keluar. Kondisi ini sering ditemukan pada bayi tetapi bisa juga
mempengaruhi orang dewasa. Bodong pada anak-anak biasanya tidak sakit atau
berbahaya namun bodong yang muncul pada orang dewasa dapat menyebabkan perut
terasa tidak nyaman. Umumnya bodong pada anak-anak akan hilang saat berusia
sekitar 2 tahun. Jika diameternya lebih kecil dari 5 mm, bodong itu akan
menutup sendiri pada usia kurang dari 2 tahun. Bodong berdiameter 5-15 mm
biasanya menutup sebelum berusia 4 tahun dan jika diameternya lebih kecil dari
2 cm masih mungkin menutup pada usia 6 tahun.
6. Strabismus
Strabismus (mata juling) adalah keadaan kondisi dengan kedua mata tidak
tertuju pada arah yang sama.
Selain yang bersifat bawaan (kongenital), strabismus juga mungkin didapat
sebagai salah satu gejala penyakit lain, mis. tumor otak, gangguan penglihatan,
dsb.
7. Polidaktilia
Polidaktilia ialah adanya jari tambahan (jari keenam) pada tangan atau
kaki, disebabkan kelainan genetik autosom dominan.
8. Defek tabung saraf
Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan
korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk
tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara
sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf.
Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan
atau meninggal segera setelah lahir.
2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:
o Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna
di sekeliling korda spinalis.
o Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.
9. Kelainan
jantung
-
Defek septum
atrium dan ventrikel (terdapat lubang pada dinding yang meimsahkan jantung kiri
dan kanan)
-
Patent ductus
arteriosus (terjadi jika pembuluh darah yang penting pada sirkulasi janin
ketika masih berada di dalam rahim; setelah bayi lahir, tidak menutup
sebagaimana mestinya)
-
Stenosis katup
aorta atau pulmonalis (penyempitan katup aorta atau katup pulmonalis)
-
Koartasio aorta (penyempitan
aorta)
-
Transposisi
arteri besar (kelainan letak aorta dan arteri pulmonalis)
-
Sindroma
hipoplasia jantung kiri (bagian jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh
tidak terbentuk sempurna)
-
Tetralogi Fallot
(terdiri dari stenosis katup pulmonalis, defek septum ventrikel, transposisi
arteri besar dan hipertrofi ventrikel kanan).
Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam
terjadinya kelainan jantung bawaan (misalnya obat anti-kejang fenitoin,
talidomid dan obat kemoterapi).
Penyebab lainnya adalah pemakaian alkohol, rubella dan diabetes selama
hamil.
10. Cerebral
palsy
Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi
lahir, tergantung kepada beratnya kelainan.
11. Clubfoot
Clubfoot digunakan untuk menggambarkan sekumpulan kelainan struktur pada
kaki dan pergelangan kaki, dimana terjadi kelainan pada pembentukan tulang,
sendi, otot dan pembuluh darah.
1.
Dislokasi panggul
bawaan
Terjadi jika ujung tulang
paha tidak terletak di dalam kantung panggul.
2.
Hipotiroidisme
kongenital
Terjadi jika bayi tidak
memiliki kelenjar tiroid atau jika kelenjar tiroid tidak terbentuk secara
sempurna.
3.
Fibrosis kistik
Penyakit ini terutama
menyerang sistem pernafasan dan saluran pencernaan. Tubuh tidak mampu membawa klorida
dari dalam sel ke permukaan organ sehingga terbentuk lendir yang kental dan
lengket.
4.
Defek saluran
pencernaan
Saluran pencernaan terdiri
dari kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar, rektum serta anus.
Diantaranya adalah:
-
Atresia esofagus
(kerongkongan tidak terbentuk sempurna)
-
Hernia
diafragmatika
-
Stenosis pilorus
-
Penyakit
Hirschsprung
-
Gastroskisis dan
omfalokel
-
Atresia anus
-
Atresia bilier
16. Fenilketonuria
Merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi pengolahan protein oleh tubuh
dan bisa menyebabkan keterbelakangan mental.
Bayi yang terlahir dengan fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak
diobati mereka akan mengalami gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika
usianya mencapai 1 tahun.
17. Sindroma X
yang rapuh
Sindroma ini ditandai dengan gangguan mental, mulai dari ketidakmampuan
belajar sampai keterbelakangan mental, perilaku autis dan gangguan pemusatan
perhatian serta hiperaktivitas.
Gambaran fisiknya khas, yaitu wajahnya panjang, telinganya lebar, kakinya
datar dan persendiannya sangat lentur (terutama sendi pada jari tangan).
Sindroma ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.
18. Distrofi otot
Distrofi otot adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
lebih dari 40 macam penyakit otot yang berlainan, yang kesemuanya ditandai
dengan kelemahan dan kemunduran yang progresif dari otot-otot yang
mengendalikan pergerakan.
19. Anemia sel
sabit
Merupakan suatu kelainan sel darah merah yang memiliki bentuk abnormal
(seperti bulan sabit), yang menyebabkan anemia kronis, serangan nyeri dan
gangguan kesehatan lainnya.
20. Penyakit
Tay-Sachs
Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kebutaan,
demensia, kelumpuhan, kejang dan ketulian.
21. Sindroma
alkohol pada janin
Sindroma ini ditandai dengan keterlambatan pertumbuhan, keterbelakangan
mental, kelainan pada wajah dan kelainan pada sistem saraf pusat.