Tuesday, May 28, 2019

Korelasi Politik dan Hukum


Virgina Held (1989 : 163) secara panjang lebar membicarakan sistem hukum dan sistem politik dilihat dari sudut pandang etika dan  moral. Ia melihat perbedaan diantara keduanya dari dasar pembenarannya. Dasar pembenaran deontologis pada khususnya merupakan ciri dan layak bagi sistem hukum, sedangkan dasar pembenaran teleogis pada khususnya ciri dan layak bagi sistem politik. Argumentasi deontologis menilai suatu tindakan atas sifat  hakekat dari tindakan yang bersangkutan, sedangkan argumentasi teleogis menilai suatu tindakan atas dasar konsekuensi tindakan tersebut. Apakah mendatangkan kebahagiaan atau menimbulkan penderitaan. Benar salahnya tindakan ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkannya, tanpa memandang sifat hakekat yang semestinya ada pada tindakan itu.
Politik dan Hukum merupakan subsistem dalam sistem kemasyarakatan. Di antara politik dan hukum terhadap hubungan yang sangat erat dan merupakan two faces of a coin, saling menentukan dan mengisi. Virgina Held secara panjang lebar membicarakan sistem hukum dan sistem politik dilihat dari sudut pandang etika dan moral. Ia melihat perbedaan diantara keduanya dari dasar pembenarannya. Dasar pembenaran deontologis pada khususnya merupakan ciri dan layak bagi sistem hukum, sedangkan dasar pembenaran teleogis pada khususnya ciri dan layak bagi sistem politik.
Argumentasi deontologis menilai suatu tindakan atas sifat hakekat dari tindakan yang bersangkutan, sedangkan argumentasi teleogis menilai suatu tindakan atas dasar konsekuensi tindakan tersebut. Apakah mendatangkan kebahagiaan atau menimbulkan penderitaan. Benar salahnya tindakan ditentukan oleh konsekuensi yang ditimbulkannya, tanpa memandang sifat hakekat yang semestinya ada pada tindakan itu.
Hukum dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan adalah bersifat terbuka, karena itu keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh subsistem lainnya maupun oleh sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Walaupun hukum dan politik mempunyai fungsi dan dasar pembenaran yang berbeda, namun keduanya tidak saling bertentangan, tetapi saling melengkapi. Masing-masing memberikan kontribusi sesuai dengan fungsinya untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam masyarakat yang terbuka dan relatif stabil sistem hukum dan politiknya selalu dijaga keseimbangannya, di samping sistem-sitem lainnya yang ada dalam suatu masyarakat.

Hukum memberikan kompetensi untuk para pemegang kekuasaan politik berupa jabatan-jabatan dan wewenang yang sah untuk melakukan tindakan-tindakan politik bilamana perlu dengan menggunakan sarana pemaksa. Hukum merupakan pedoman yang mapan bagi kekuasan politik untuk mengambil keputusan dan tindakan-tindakan sebagai kerangka untuk rekayasa sosial secara tertib, hukum adalah teknik untuk mengemudikan suatu mekanisme sosial yang ruwet. Dilain pihak hukum tidak efektif kecuali apabila mendapatkan pengakuan dan diberi sanksi oleh kekuasaan politik. Karena itu Maurice Duverger (1981 : 358) menyatakan: “hukum didefinisikan oleh kekuasaan, dia terdiri dari tubuh undang-undang dan prosedur yang dibuat atau diakui oleh kekuasaan politik”.

POLITIK HUKUM



A.      Pengertian Politik Hukum
Menurut Muladi (2002 : 269), Politik hukum (legal policy) dalam arti kebijakan negara (public policy) di bidang hukum harus dipahami sebagai bagian kebijakan sosial yaitu usaha setiap masyarakat/pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warganya di segala aspek kehidupan. Hal ini mengandung dua dimensi yang terkait satu sama lain yakni kebijakan kesejahteraan sosial (social walfare policy) dan kebijakan perlindungan sosial (social defence policy).
Politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara. Selain itu politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara. (Radie, 1980 : 16)
Selanjutnya Politik Hukum disebut juga sebagai aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai atau sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat melalui politik perundang-undangan atau terbatas hanya pada hukum tertulis saja. (Van Apeldorn, 1983 : 145)
Menurut Purbacaraka (1986 : 20) Politik Hukum disebut juga sebagai aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai atau sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai.
Dari berbagai sudut pandang pengertian yang disebutkan di atas dapat ditarik beberapa unsur pokok yang melekat dalam pengertian politik hukum yaitu:
1) adanya kebijakan negara di bidang hukum: yang dilakukan melalui lembaganya, dengan cara mengganti atau merubah atau mempertahankan hukum, dengan melihat substansi hukum, struktur hokum, budaya hukum, rekayasa hukum dan sifat hukum (netral/tidak netral)
2) kebijakan dilakukan untuk mencapai tujuan hukum, yaitu kepastian, keadilan, kemanfaatan dan kedamaian hukum.
Menurut pendapat penulis, politik hukum adalah kebijakan yang diambil pemerintah/penyelenggara Negara yang menghasilkan produk-produk hukum yang berlaku bagi masyarakat Negara tersebut.

B.     Ciri dan Sifat Politik Hukum
a. Ciri Politik Hukum
Berdasarkan beberapa pandangan di atas maka ciri politik hukum dapat disebutkan sebagai berikut:
1)   Adanya suatu kebijakan dasar, yang diaplikasikan dari UUD 1945 kepada peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai contoh:
a)      di bidang Lingkungan; prinsip-prinsip dan kebijakan dasar pengembangan dan penyempurnaan hukum pengelolaan sumber daya alam pada penyempurnaan sistem hukum diarahkan pada pengembangan kapasitas masyarakat sekitarnya sebagai faktor-faktor untuk memperkuat ekonomi masyarakatnya dengan memperhatikan keseimbangan di antara pemanfaatan yang efisien, ramah lingkungan serta kondisi sosial dan ekonomi sekitarnya. Pendekatan hukum ini akan memperkuat prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan Indonesia.
b)      di bidang penanaman modal; pengembangan kebijakan dasar penanaman modal diupayakan dapat melakukan kerjasama dengan cara bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Di samping itu juga memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan mempercepat peningkatan penanaman modal.
c)      di bidang pertanahan (Muhadar, 2006:51), dasar kebijaksanaan pertanahan nasional (National Land Policy) ditegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk:
(1)      mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut,
(2)      menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dan
(3)      menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
d)     di bidang ketenagakerjaan; perubahan penting dari kebijakan dasar ketenagakerjaan di Indonesia, dengan antara lain menggantikan sistem Pasal 1601-1603 BW yang lebih banyak mengacu kepada hubungan "privat" antara para pihak (buruh dan majikan) dengan nuansa liberal "no work no pay"; memuat aspek perlindungan terhadap buruh.
e)      di bidang pemberdayaan perempuan; meningkatkan keterwakilan dan partisipasi perempuan di lembaga-lembaga pengambilan keputusan baik di bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. (TAP MPR No. VI Tahun 2002)
f)       di bidang perdagangan; kebijakan dasar pembiayaan ekspor nasional untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; serta mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor. (UU No.2 Tahun 2009)
g)      di bidang Hukum Islam; memperluas kompetensi absolut Pengadilan Agama yang mencakup penyelesaian sengketa syariah merupakan tujuan politik hukum Islam Indonesia, karena kompetensi hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan sengketa ekonomi syariah merupakan kemajuan yang signifikan terhadap legitimasi dan eksistensi sistem ekonomi Islam di Indonesia. Sebab persoalan sengketa (dispute) adalah sesuatu yang inherent dari keberadaan ekonomi Islam itu sendiri. (UU No. 50 Tahun 2009)
h)      di bidang Hukum adat, dengan melihat Politik Hukum Waris Adat.
i)        di bidang Otonomi Daerah, termasuk kajian Pergeseran Politik Hukum Otonomi Daerah dan Politik Hukum tentang Desentralisasi di Indonesia. (Lubis, 1989 : 153)
2)   Adanya suatu bentuk hukum, yang menjelma dalam berbagai tata urutan peraturan perundang-undangan (ius constitutum).
3)   Adanya suatu isi hukum, yang menjelma dalam berbagai materi muatan peraturan perundang-undangan (ius constitutum) berupa asas/prinsip, kaidah/norma, garis haluan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bersumber dari cita hukum yang lebih tinggi yaitu Pancasila, Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945.
4)   Adanya hukum yang akan dibentuk, yang menjelma dalam berbagai rancangan peraturan perundang-undangan (ius constituendum).
5)   Adanya suatu lembaga atau badan yang berwenang dalam suatu negara yang membuat dan menetapkan kebijakan tersebut (dalam hal ini pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (legislatif)).
6)   Adanya suatu arah hukum, yang menjelma dalam pola yang harus diikuti atau dipakai dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yaitu kodifikasi, ratifikasi, pluralisme, harmonisasi, konkordansi atau rancangan peraturan perundang-undangan yang baru (new legal drafting).
7)   Adanya suatu bentuk politik hukum yang jelas dan pasti yang menjelma dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan.
8)   Adanya suatu penentuan dan pengembangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yang tertata secara sistematis dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
9)   Adanya tujuan dan cita-cita politik hukum yang hendak dicapai, yaitu untuk menjamin kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan secara pasti dan adil. 
10)    Berlaku dan mengikat secara umum, baik bagi masyarakat maupun para pembuatnya di seluruh wilayah Indonesia, baik di pusat maupun di daerah.
Politik hukum dapat dipahami dari kalimat yang ada, sejauh kalimat tersebut jelas dan tidak diperdebatkan, kalau ternyata menimbulkan perdebatan, maka politik hukum dapat dicari dari latar belakang historis munculnya gagasan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (tafsiran/interpretasi futuristic), apa sebenarnya yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang mengenai hal dimaksud. Dalam tatanan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPR bersama Pemerintah sekarang ini hanya UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai yang telah diubah dengan UU No.39 Tahun 2007 tentang Perubahan UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai yang secara tegas dan jelas menyebutkan adanya politik hukum, yang tertuang dalam Penjelasan umum angka 6, yang berbunyi:
Dengan mengacu pada politik hukum nasional, penyatuan materi yang diatur dalam undang-undang ini merupakan upaya penyederhanaan hukum di bidang cukai yang diharapkan dalam pelaksanaannya dapat diterapkan secara praktis, efektif, dan efisien. Menjadi hal yang sulit bagi kita untuk mengetahui secara faktual karena politik hukum kebanyakan hanya secara implicit terkandung dalam undang-undang yang dibentuk. Oleh karena itu harus dipahami ajaran Montesquieu tentang Trias Politica, yaitu kekuasaan negara yang terdiri atas 3 (tiga) pusat kekuasaan dalam lembaga negara, yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Ketiga lembaga ini berfungsi sebagai sentra-sentra kekuasaan negara yang masing-masing harus dipisahkan. Dalam kaitannya dengan Politik Hukum, maka ketiga lembaga inilah yang berupaya menyusun tertib hukum negara, sehingga disebut berwenang melakukannya.

b. Sifat Politik Hukum
Menurut Bagir Manan, sifat politik hukum itu sendiri terbagi dua, yaitu:
1)        Politik Hukum yang bersifat tetap (permanen)
Politik hukum yang bersifat tetap adalah berkaitan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakan hukum.
Bagi bangsa Indonesia, Politik Hukum tetap antara lain:
a)      Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem Hukum Nasional.
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik hukum yang berlaku adalah politik hukum nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu sistem hukum diseluruh wilayah Indonesia). Sistem Hukum nasional tersebut terdiri dari:
(1) Hukum Islam (yang dimasukkan adalah asas-asasnya)
(2) Hukum Adat (yang dimasukkan adalah asas-asasnya)
(3) Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematikanya)
b)      Sistem hukum nasional yang dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
c)      Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga Negara tertentu berdasarkan pada suku, ras, dan agama. Kalaupun ada perbedaan, semata-mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa.
d)     Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat  Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan hukum, sehingga masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum.
e)      Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
f)       Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.
g)      Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi seluruh rakyat) terwujudnya masyarakat yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan hukum dan konstitusi.

2) Politik Hukum yang bersifat temporer.
Politik hukum yang bersifat temporer dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan. Adanya pemahaman yang baru mengenai ruang gerak Politik Hukum yang bersifat dinamis, dengan menyebutkan ruang gerak Politik Hukum tidak hanya sebatas negara sendiri saja melainkan meluas sampai keluar batas negara hingga ke tingkat Internasional. (Hartono, 1991 : 9)
Politik Hukum tidak terlepas dari realita sosial dan tradisional yang terdapat di negara kita dan di lain pihak, sebagai salah satu anggota masyarakat dunia, maka Politik Hukum Indonesia tidak terlepas pula dari realita dan Politik Hukum Internasional.
Menurut pendapat penulis bahwa realitas sosial saat ini menunjukkan bahwa produk-produk hukum yang dihasilkan lebih banyak aspek politisnya yaitu lebih mementingkan kepentingan kelompok atau partai politik tertentu. Hal ini dikarenakan produk hukum dihasilkan melalui mekanisme politik di Senayan yang merupakan kawasan politis. Unsur politisnya lebih dominan dibandingkan unsur legalitas yuridisnya.
Produk hukum yang dihasilkan dari mekanisme politik tersebut kadangkala mendapat pertentangan di masyarakat, karena produk hukum tersebut tidak memihak pada aspirasi masyarakat secara luas. Misalnya Undang-undang Antipornografi.



DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Sunarjati. (1991). Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni: Bandung, Ed.ke-1,

Muladi, Demokratisasi, (2002). Hak Asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Centre : Jakarta.

Muhadar, (2006). Viktimisasi Kejahatan Pertanahan, LaksBang Presssindo: Yogyakarta, Cet.II.

Lubis, M. Solly (1989). Serba-Serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju : Bandung, Cet.1.

Manan, Bagir. Politik Hukum Otonomi sepanjang Peraturan Perundang-Undangan Pemerintah Daerah, makalah pada Seminar “Otonomi Daerah” tulisan dalam Martin H. Hutabarat (et.al-ed), Hukum dan Politik Indonesia – Tinjauan Analitis Dekrit Presiden dan Otonomi Daerah, Sinar Harapan, Jakarta, Cet.ke-1, 1996, hlm. 140-154.; Soenarko, (4), hlm. 1-97


Tap MPR No.VI Tahun 2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI Oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA Pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002

UU No.2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia

UU No.50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama


Van Apeldorn. LJ, (1983). Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Aksara : Jakarta.

Thursday, May 23, 2019

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Geografi kelas 10

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Nama Sekolah                         : SMA NEGERI
Mata Pelajaran                        : Geografi
Kelas/Semester                        : X (sepuluh)/1 (satu)
Standar Kompetensi               : 1. Memahami konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
Kompetensi Dasar                   : 1.1. Menjelaskan Konsep Geografi
Indikator Pencapaian Kompetensi    : -    Merumuskan ruang lingkup kajian geografi
                                                                -    Mengidentifikasi objek studi geografi
Alokasi Waktu                        : 1 x 45 menit

A.    Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu
-     Mendeskripsikan ruang lingkup geografi
-     Menjelaskan objek studi geografi
-     Mengidentifikasikan konsep geografi dalam kajian geosfer
Karakter siswa yang diharapkan  : 
§   Kerja keras, Jujur, saling menghargai.
Kewirausahaan / Ekonomi Kreatif   : 
§   Kerja keras, jujur, saling menghargai orang lain, inovatif,

B.     Materi Pembelajaran
-     Ruang lingkup geografi
-     Objek studi geografi

C.    Metode Pembelajaran
Ceramah, tanya jawab, diskusi, life skills

D.    Sumber/ Bahan/ Alat Belajar
-     Kurikulum KTSP dan perangkatnya
-     Pedoman Khusus Pengembangan Silabus KTSP SMA - ESIS
-     Buku sumber Geografi SMA – ESIS
-     Buku-buku penunjang yang relevan
-     OHP / Slide Proyektor
-     Internet

Strategi Pembelajaran
Tatap Muka
Terstruktur
Mandiri
·        Memahami konsep, pendekatan, prinsip, dan aspek geografi
·        Membedakan objek formal dan objek material dalam studi geografi.
·        Siswa dapat Diskusikanlah konsep geografi dalam kajian geosfer

E.     Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Kedua
1.      Kegiatan Pendahuluan
·         Apersepsi: guru menyapa siswa, kemudian mengabsen.
·         Guru memberikan motivasi mengenai materi yang akan diajarkan dan apa manfaatnya, serta menyampaikan tujuan pembelajaran.
·         Guru mengumpulkan tugas individu berupa ringkasan materi “Hakikat Geografi” yang diberikan pada pertemuan sebelumnya.

2.      Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
·         Guru menjelaskan mengenai ruang lingkup dan objek studi geografi secara garis besar (hal 4-6). (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
·         Penugasan secara berkelompok, siswa mendiskusikan mengenai konsep geografi dalam kajian geosfer. (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);
·         Tanya-jawab berdasarkan hasil diskusi siswa mengenai konsep geografi dalam kajian geosfer. Bersama-sama menyimpulkan materi yang telah didiskusikan. (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);
·         Siswa mengumpulkan kesimpulan hasil diskusi kelompok masing-masing. (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
·         Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);
·         Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui. (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.)

3.      Kegiatan Penutup
a.  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti.  (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);
b.  Bersama-sama menarik kesimpulan materi (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai.);


F.     Penilaian
Jenis tagihan                : Unjuk kerja
Bentuk tagihan            : Diskusi
Bahan diskusi              : Bagaimana aplikasi konsep geografi dalam kajian geosfer?

Lembar Penilaian diskusi

Hari/Tanggal               : …………………………………………………….
Topik diskusi/debat     : ……………………………………………………..
No
Sikap/Aspek yang dinilai
Nama Kelompok/ Nama peserta didik
Nilai Kualitatif
Nilai Kuantitatif
Penilaian kelompok
1.
Menyelesaikan tugas kelompok dengan baik



2.
Kerjasama kelompok



3.
Hasil tugas



4.
Penggunaan bahasa yang baik



Jumlah Nilai Kelompok


Penilaian Individu Peserta didik
1.
Berani mengemukakan pendapat



2.
Berani menjawab pertanyaan



3.
Inisiatif



4.
Ketelitian



Jumlah Nilai Individu



Kriteria Penilaian:
Nilai kualitatif
Nilai kuantitatif
Memuaskan
4
> 80
Baik
3
68 - 79
Cukup
2
56 - 67
Kurang
1
< 55

Mengetahui,                                                                Purwakarta,                     201...
Kepala Sekolah                                                           Guru Mata Pelajaran Geografi


About

About

loading...

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, k...

Search This Blog

Translate