Monday, July 27, 2020

Makalah Tentang Budi Pekerti

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Latar Belakang Masalah

Keberhasilan proses belajar budi pekerti / akhlak di sekolah mempersyaratkan adanya dukungan dari institusi di luar sekolah. Dalam hal ini orang tua, lingkungan masyarakat memberikan ruangan kondusif bagi proses penanaman dan pembentukan budi pekerti. Menurut Robert Selman Pendidikan Budi Pekerti mengembangkan siswa untuk mengaktifkan perasan,emosi yang dimiliki dan mampu mengekpresikan emosi diri sendiri,mampu menyampaikan siapa dirinya dan apa yang menjadi cita-cita hidupnya. Tiga unsur penting dalam pendidikan yaitu: (1) Pendidikan merupakan upaya pengembangan kemampuan pribadi dan prilaku, (2) Pendidikan merupakan proses sosial untuk yang ditujukan bagi penguasaan ketrampilan sosial dan perkembangan diri melalui wahana yang terselesai dan terkontrol, (3) Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memusatkan pada proses perubahan pribadi atau paling tepat pembentukan watak manusia.

Kurikulum berbasis kompetensi yang dikembangkan saat ini tetap menempatkan pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain dalam pembelajaran. Mengintegrasikan suatu muatan pembelajaran ternyata bukan pekerjaan mudah bagi sebagian besar guru.Karenanya, diperlukan strategi tertentu agar pembelajaran pendidikan budi pekerti berjalan efektif. Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti merupakan usaha  sadar menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. Di samping itu, pendidikan budi pekerti merupakan upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang.

Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakan  upaya membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masa depannya. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk.

Dikhawatirkan, dengan pengintegrasian yang tidak tepat, pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran akan mengalami pendangkalan makna, setidaknya pendangkalan konsep. Bisa jadi pembelajaran budi pekerti menjadi tidak lebih sekadar pendidikan etika atau sopan santun.Padahal, sesungguhnya etika atau sopan santun hanyalah bagian dari pendidikan budi pekerti. Dewasa ini, masyarakat sering menggunakan istilah etiket atau etika, yang diartikan sama dengan tata krama, unggah-ungguh, dan subasita. Ketiga istilah ini selalu dihubungkan dengan sikap dan perilaku sopan santun. Dalam konteks ini, etika dihubungkan dengan norma sopan santun, tata cara berperilaku, tata pergaulan, dan perilaku yang baik.  Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran perlu diperjelas wujudnya.Di antaranya, hendaknya implementasi pendidikan budi pekerti bukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif dan psikomotorik yang berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

 

B.   Rumusan Masalah

1.        Apa pengertian dari Pendidikan budi Pekerti ?

2.        Apa Visi dan Misi dari Pendidikan Budi Pekerti ?

3.        Apa Tujuan dari Belajar Budi Pekerti ?

4.        Apa Fungsi dari Pendidikan Budi Pekerti ?

5.        Bagaimana Sifat-sifat Pendidikan Budi Peketi ?

 

C.    Tujuan

1.               Supaya kita dapat mengerti dan mengetahui  Apa itu Pendidikan Budi Pekerti

2.               Agar kita dapat mengetahui Visi dan Misi dari pendidikan Budi Pekerti

3.               Supaya kita dapat mengetahui tujuan dari belajar Budi Pekerti

4.               Agar kita dapat mengetahui Fungsi dari pedidikan Budi pekerti

5.               Supaya kita dapat mengetahui sifat-sifat Budi Pekerti.

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Budi Pekerti

Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti.Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi, pengertian, pikiran dan kecerdasan.Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan atau perilaku.Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berprilaku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebtu ethics.

Senada dengan itu Balitbang Dikbud (1995) menjelaskan bahwa budi pekerti secara konsepsional adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan, diaktualisasikan atau dilaksanakan) dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan pribadi, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara.

Pengertian pendidikan budi pekerti menurut Haidar (2004) adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.

Pengertian pendidikan budi pekerti menurut draft kurikulum berbasis komptensi (2001) dapat ditinjau secara konsepsional dan operasianal.

A.    Pengertian pendidikan budi pekerti secara konsepsional.

Pendidikan budi pekerti secara konsepsioonal mencakup hal-hal sebagai berikut :

1.    Usaha sadar untuk menyiapkan perserta didik menjadi mansia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya,sekarang dan masa yang akan datang.

2.    Upaya pembentukan,pengembangan,peningkatan,pemeliharaan dan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras,serasi,seimbang ( lahir batin,material spiritual,dan individu sosial).

3.    Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan,pembiasaan pengajaran dan latihan serta keteladanan.

 

B..    Pengertian budi pekerti secara operasional

Pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui bimbingan,pengajaran,dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersi, berperingai baik,serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama mahluk. Dengan demikian,terbentuklah pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan,perbuatan,sikap,pikiran,perasaan,kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.

Budi pekerti secara operasional merupakan suatu prilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah dan sebagainya.

Pendidikan budi pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia.Tata krama terdiri atas kata tata dan krama. Tata berarti adat, norma, aturan. Krama sopan santun, kelakukan, tindakan perbuatan.Dengan demikian tata krama berarti adat sopan santun menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Dalam menerapkan nilai-nilai budi pekerti dalam kehidupan sering terjadi benturan-benturan nilai dan norma-norma yang kita rasakan.Apa yang dahulu kita anggap benar mungkin sekarang sudah menjadi salah. Apa yang dulu kita anggap tabu dibicarakan sekarang sudah menjadi suatu yang lumrah. Misalnya berbicara masalah seks, hubungan pacaran, masalah politik, masalah hak azazi manusia, dan sebagainya.

 

B.   Visi dan Misi Pendidikan Budi Pekerti

1.      Visi

Visi pendidikan budi pekerti dalam konteks ini adalah kemampuan untuk memandang arah pendidikan budi pekerti ke depan dengan berbijak pada permasalahan saat ini untuk disusun perencanaan secara bijak dan mewujudkan proses pengembangan budi pekerti siswa yang terarah kepada kemampuan berpikir rasional, memiliki kesadaran moral, berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas perilakunya berdasarkan hak dan kewajiban warga Negara yang pada gilirannya mampu bekerja sama dengan anggota masyarakat lainnya.

Visi pendidikan budi pekerti adalah mewujudkan pendidikan budi pekerti sebagai bentuk pendidikan nilai, moral,etika yang berfungsi menumbuh kembangkan individu warga Negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam pikir, sikap dan perbuatannya sehari-hari, yang secara kurikuler benar-benar menjiwai dan memaknai semua mata pelajaran yang relevan serta system social cultural dunia pendidikan sehingga dari dalam diri setiap lulusan setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan terpancar akhlak mulia.

Visi budi pekerti demikian menghendaki agar terbentuk manusia yang berkualitas dan berakhlakmanusia semacam milah yang akan terbentuk melalui semaian nilai-nila budi pekerti yang dihayati dalam hidup sehari-hari.hal ini berati bahwa setiap mata pelajaran ataupun bidang lain yang mampu disisipi (diintegrasikan) budi pekerti perlu segera memasukkan. Termasuk didalamnya bidang sastra,budaya,sosial,polotik,dll yang akan membentuk karakter manusia.Dari visi tersebut selanjutnya muncul Misi pendidikan budi pekerti.

2.      Misi

Adapun misi adalah harapan pendidikan budi pekerti untuk mencapai tujuan pembelajaran. Lebih lanjut misi pendidikan budi pekerti adalah sebagai berikut :

a.        Mengoptimalkan subtansi praktis mata pelajaran yang relevan untuk menyemaikan atau menanamkan budi pekerti. Dalam kaitan ini tidak hanya

pelajaran agama dan PPKN yang patut menjadi ladang budi pekerti melaikan juga bidang bahasa,satra  budaya,antropologi dan sebagainya.

b.       Mewujudkan interaksi yang kondusif yang mencerminkan akhlak atau moral luhur

c.       Membantu siswa memahami kecenderungan masyarakat yang terbuka dalam Era globalisasi,tuntutan kualitas dalam segala bidang, dan kehidupan yang demokratis dengan tetap berdasarkan norma budi pekerti warga Negara Indonesia

d.      Membantu siswa memahami disiplin ilmu yang berperan mengembangkan budi pekerti diperoleh wawasan keilmuan yang berguna untuk mengembangkan    penggunaan hak dan   kewajibannya sebagai warga Negara

e.       Membantu siswa memahami arti demokrasi dengan cara belajar dalam Suasana Demokratis sebagai upaya mewujudkan masyarakat yang lebih demokratis.

 

C.   Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

Tujuan pendidikan budi pekerti berdasarkan kerangka pemikiran para ahli yaitu sebagai berikut :

a.    Siswa memahami nilai - nilai budi pekertidi lingkungan keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang - undang dan tatanan antar bangsa.

b.    Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisiten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah - tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.

c.    Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang baik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma pendidikan budi pekerti .

d.   Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang bergunadan bertanggung jawab batas tindakannya.

 

Secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan,mengkaji dan mempersonalisasikan nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembang, berakhlak mulia dalam diri manusia serta mewujudkannya dalam perilaku sehari - hari, dalam berbagai konteks sosial - budaya yang berbhinneka sepanjang hayat.

Pendidikan Budi Pekerti bertujuan untuk :

1.      Membina kepribadian peserta didik berdasarkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi keagamaan, kesusilaan, dan kemandirian.

2.       Membiasakan peserta didik untuk berpola pikir, bersikap, berkata, dan bertindak yang mencerminkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi keagamaan, kesusilaan, kemandirian

3.      Menciptakan suasana sekolah yang kondusip untuk berlangsungnya pembentukan budi pekerti yang luhur.

            Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian siswa , khususnya unsur karakter atau watak yang mengandun hati nurani (conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat kebajikan (virtue).

 

D.    Fungsi

Menurut cahyoto tahun (2001:13) kegunaan pendidikan budi pekerti antara lain sebagai berikut.

a.               Siswa memahami susunan pendidikan budi pekerti dalam lingkup etika bagi pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan.

b.              Siswa memiliki landasan budi pekerti luhur bagi pola perilaku sehari-hari yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga negara.

c.               Siswa dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti,mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah nyata dimasyarakat.

d.              Siswa dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain untuk mengembangkan nilai moral.

 

Sementara itu ,Menurut Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (2001) fungsi pendidikan budi pekerti  bagi peserta didik ialah sebagai berikut :

a.         Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik peserta didik yang telah tertanam dalam lingkungankeluarga dan masyarakat.

b.        Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang memiliki bakat tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optmal sesuai dengan budaya bangsa.

c.         Perbaikan, untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan peserta didik.

d.        Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.

e.         Pembersih, yaitu untuk memebersihkan diri dari penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, egois dan ria.

f.         Penyaringan (filter),yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai budi pekerti.

 

E.   Sifat-sifat Budi Pekerti

Sifat-sifat budi pekerti sebagi unsur sifat kepribadian dapat dililihat pada perilakun seseorang sebagai perwujudannya. Menurut Cahyoto (2002:19 -20) dari hasil pengamatan terhadap perilaku yang berbudi luhur,dapat dikemukakan adanya sifat-sifat budi pekerti,antara lain sebagai berikut :

1.        Budi Pekerti seseorang cenderung untuk mengutamakan kebajikan sesuai dengan hati nuraninya.

2.        Budi Pekerti mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia ( Perkembangan Budi Pekerti cukup lambat).

3.        Budi Pekerti yang cenderung mewujudkan bersatunya pikiran dan ucapan dalam kehidupan sehari-hari dalam arti terdapat kesejajaran antara pikiran,ucapan,dan perilaku.

4.        Budi Pekerti akan menampilkan diri berdasarkan dorongan dan kehendak untuk berbuat  sesuatu berguna dengan tujuan memenuhi kepentingan diri sendiri dan orang lain berdasarkan pertimbangan moral.

5.        Budi Pekerti tidak dapat diajarkan langsung kepada orang atau siswa karena kedudukanya sebagai dampak pengiring bagi mata pelajaran lainya .

6.        Pembelajaran Budi Pekerti disekolah lebih merupakan latihan bagi siswa untuk meningkatkan kualitas Budi Pekertinya sehingga terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral dimasyarakat pada masa dewasa nanti.

Dalam praktiknya, sifat-sifat perilaku yang berbudi pekerti luhur memerlukan observasi atau pengamatan terhadap perilaku seseorang dalam waktu yang lama dan terus-menerus ,karena sifat sifat budi pekerti tidak dapat ditebak dalam waktu yang singkat.

 

 

 

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.   Kesimpulan

Budi pekerti secara operasional merupakan suatu prilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan.Pendidikan budi pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Dalam menerapkan nilai-nilai budi pekerti dalam kehidupan sering terjadi benturan-benturan nilai dan norma-norma yang kita rasakan oleh karena itu, pendidikan budi pekerti dalam pelaksanaanya dilandasi oleh Visi dan Misi yang bertujuan untuk mencapai pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti yang lebih baik guna meluruskan benturan-benturan yang terjadi antara nilai dan norma dalam kehidupan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Balitbang Dikbud. 1997. Pedoman Pembelajaran Budi Pekerti,. Jakarta: Pusbang-kurrandik

.

Cahyoto,2002.Budi Pekerti Dalam Perspektif Pendidikan. Malang : Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah – Pusat Penataran Guru IPS dan PMP Malang

 

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .1989.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka

 

Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. ke-1.

 

Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta. 2001.


Makalah Nilai Budaya Permainan Tradisional

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses belajar yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang yang hidup. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkunganya.oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut yang mungkin terjadi oleh perubahan pada pengetahuan,keterampilan atau sikap. Apabila proses belajar itu di selenggarakan secara formal di sekolah-sekolah. Tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa. Baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap.selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh  lingkungan yang antara lain yaitu: terdiri atas murid, guru, dan staf sekolah lainnya. serta bahan materi lainya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong pembaharuan dalam proses pembelajaran.

Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh tingginya pendidikan seorang pendidik. Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang berhasilnya pembelajaran. Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran dapat diatasi dengan memanfaatkan yang ada di lingkungan sekitar. Permainan tradisional daerah juga memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Pembelajaran di sekolah diharapkan tidak hanya bersifat teoritik tetapi juga dapat mengenalkan media pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisonal, karena dalam permainan tradisional mempunyai nilai nilai pengetahuan yang seharusnya dilestarikan oleh guru, sekalipun pada kenyataannya permainan tradisional sedikit demi sedikit ditinggalkan, permainan tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban.

Bangsa mana yang tidak bangga pada permainan budaya. Karenanya, menggali, melestarikan dan mengembangkan permainan tradisional adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Selain telah menjadi ciri suatu bangsa, permaian tradisional adalah salah satu bagian terbesar dalam suatu kerangka yang lebih luas yaitu kebudayaan. Permainan tempo dulu sebenarnya sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak. Secara tidak langsung anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Namun sayangnya seiring kemajuan jaman, permainan yang bermanfaat bagi anak ini mulai ditinggalkan bahkan dilupakan. Anak-anak terlena oleh televisi dan video game yang ternyata banyak memberi dampak negatif bagi anak-anak, baik dari segi kesehatan, psikologis maupun penurunan konsentrasi dan semangat belajar.

Permainan Tradisional yang semakin hari semakin hilang di telan perkembangan jaman, sesungguhnya menyimpan sebuah keunikan, kesenian dan manfaat yang lebih besar seperti kerja sama tim, olahraga, terkadang juga membantu meningkatkan daya otak. Berbeda dengan permainan anak jaman sekarang yang hanya duduk diam memainkan permainan dalam layar monitor dan sebagainya.

Menguatnya arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola kehidupan dan hiburan baru, mau tidak mau, memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Termasuk di dalamnya berbagai macam permainan tradisional anak. Sementara itu, kenyataan dilapangan dewasa ini memperlihatkan adanya tanda tanda yang kurang menggembirakan yakni semakin kurangnya permaianan tradisional anak yang ditampilkan, sehingga akan berakibat pada kepunahan.

Banyaknya kegunaan permaianan bagi proses pembelajaran perlu adanya pelestarian terhadap keutuhan permaianan tersebut. Mengenal permainan tradisional bermain congklak, egrang, balap karung, bola bekel dan lain-lain di masa muda, akan mengantarkan mereka pada permainan yang bermamfaat dalam kegiatan belajar untuk meraih prestasi di masa yang akan datang. Tanpa mengenalnya di masa muda, sulit bagi anak-anak untuk menerima hal yang sama yang dahulu mereka mainkan bahkan yang pernah dimainkan pula oleh ayah, ibu, dan kakek-neneknya. Operasional pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisional dapat dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar. misalnya dalam permainan gasingan yang terbuat dari kayu, layangan, yoyok, parasut dan-lain-lain. Bagi anak permainan dapat dijadikan kegiatan yang serius, tetapi mengasyikan. Melalui permainan, berbagai pekerjaannya dapat terwujud dan permainan dapat dipilih oleh anak karena menyenangkan bukan untuk memperoleh hadiah atas pujian.permainan tradisional  juga dapat membantu fisik bisa lebih sehat karena disana kita bisa beraktifitas (mengeluarkan keringat) dengan demikian dapat di tarik kesmpulan yaitu media adalah bagian yang tak terpisahkan dari  proses belajar mengajardemi tercapainya media pendidikan pada umumnya dan tjuan pembelajarab pada khususnya.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan  permainan tradisional?

2.      Apa saja jenis-jenis permainan tradisional ?

3.      Bagaimana implementasi permainan tradisional sebagai wahana dalam pendidikan karakter?

 

1.3  Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui mengenai permainan tradisional.

2.      Untuk mengetahui jenis permainan tradisional.

3.      Untuk mengetahui implementasi permainan tradisional sebagai wahana dalam pendidikan karakter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

2.1 Pengertian Permainan Tradisional

            Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa. Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini dalam Naville Bennet  bahwa permainan didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut: (1) Permainan sebagai kecendrungan, (2) Permainan sebagai konteks, dan (3) Permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.

Menurut Mulyadi bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain; (1) sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak (2) tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik (3) bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan (4) memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.

Permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak.Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan.Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa.

Permainan tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan.Pesan-pesan tersebut bermanfaat bagi perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak sebagai persiapan atau sarana belajar menuju kehidupan di masa dewasa.Pesatnya perkembangan permainan elektronik membuat posisi permainan tradisional semakin tergerus dan nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut perlu usaha-usaha dari berbagai pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui pembelajaran ulang pada generasi sekarang melalui proses modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sekarang (Fajarwati, 2008: 2).

Permainan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa permainan didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut; (1) permainan sebagai kecendrungan, (2) permainan sebagai konteks, dan (3) permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.

Permainan tidak lepas dari pada adanya kegiatan bermain anak, sehingga istilah bermain dapat digunakan secara bebas, yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, bermain dilakukan secara suka rela oleh anak tanpa ada pemaksaan atau tekanan dari luar. Menurut Hurlock (2006: 320), secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif dan pasif.

Menurut Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain:

1)     Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak.

2)     Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik.

3)     Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif keikutsertaan anak.

4)     Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.

Oleh karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D, 2008:19).Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial.

Dalam hal ini, permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dia ketahui sampai pada yang dia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya.Dengan demikian bermain suatu kebutuhan bagi anak.Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain yang sesui dengan taraf kemampuannya.  Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional.

Menurut Atik Soepandi, Skar dkk. (1985-1986), permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional adalah segala sesuatu yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang  tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariska secara turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.

Permainan tradisional ini bisa dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu : permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, diainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai criteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan perainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam ketrampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Berbagai jenis dan bentuk permainan pasti terkandung unsur pendidikannya. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.

 

2.1.1 Permainan Tradisional dan Perkembangannya

Permainan tradisional anak adalah salah satu bentuk folklore yang berupa  yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional  dan diwarisi turun temurun, serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena  termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua  usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya.  Permainan tradisional biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadangkadang mengalami perubahan nama atau  bentuk meskipun dasarnya sama. Jika  dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang  diatur oleh suatu peraturan permainan  yang merupakan pewarisan dari generasi  terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat  kegembiraan (James Danandjaja dalam Misbach, 2007). 

Menurut Sukirman (2004), permainan  tradisional anak merupakan unsur  kebudayaan, karena mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan kejiwaan,  sifat, dan kehidupan sosial anak. Permainan tradisional anak ini juga dianggap  sebagai salah satu unsur kebudayaan  yang memberi ciri khas pada suatu kebudayaan tertentu. Oleh karena itu,  permainan tradisional merupakan aset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya di tengah masyarakat lain.  Permainan tradisonal bisa bertahan  atau dipertahankan karena pada umumnya mengandung unsur-unsur budaya  dan nilai-nilai moral yang tinggi, seperti: kejujuran, kecakapan, solidaritas, kesatuan dan persatuan, keterampilan dan keberanian. Sehingga, dapat pula dikatakan bahwa permainan tradisional dapat dijadikan alat pembinaan nilai budaya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia. (Depdikbud, 1996).

Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur dan sangat sayang jika generasi sekarang tidak mengenal dan menghayati nilai-nilai yang diangkat dari keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia. Kurniati (2006) mengidentifikasi 30 permainan tradisional yang saat ini masih dapat ditemukan di lapangan. Beberapa contoh permainan tradisional yang dilakukan oleh anak-anak adalah Anjang-anjangan, Sonlah, Congkak, Orayorayan, Tetemute, dan Sepdur”. Permainan tradisional tersebut akan memberikan dampak yang lebih baik bagi pengembangan potensi anak. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa permainan tradisional mampu mengembangkan keterampilan sosial anak. Yaitu keterampilan dalam bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol diri, empati, menaati aturan serta menghargai orang lain. Interaksi yang terjadi pada saat  anak melakukan permainan tradisonal memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan sosial, melatih kemampuan bahasa, dan kemampuan emosi.

 

2.1.2 Permainan Tradisional Yang Edukatif

Dapat dikatakan bahwa permainan tradisional yang dimiliki masyarakat indonesia secara kearifan lokal masing-masing daerah di indonesia yang beraneka-ragam permainan tradisional didalamnya, setiap permainan tentunya memiliki niali edukasi didalmnya. Kita sadari atau tidak nilai edukasi yang tersimpan didalamnya, adalah nilai yang timbul dalam masyrakat itu sendiri. Nilai edukasi itu sendiri terbentuk , karena masyarakat indonesia cenderung menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan memupuk semangat kerjasama membentuk karakter masyarakat indonesia yang ramah dan terkenal tinggoi akan kemauan dan kerja kerasnya untuk menggapai harapan dan cita-cita bangsa indonesia, melalui permainan/olahraga tradisionalnya. Dari penelitian yang dilakukan para ilmuan, diperoleh bahwa bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak dalam hidupnya. Tujuan Permaian Edukatif sebenaanya untuk mengembangkan konsep diri (self concept), untuk mengembangkan kreativitas, untuk mengembangkan kopmunikasi, untuk mengembangkan aspek fisik dan motorik, mengemabngkan aspek sosial, mengembangkan aspek emosi atau kepribadian, mengembangkan aspek kognitif, mengasah ketajaman pengindraan, mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.

Permainan edukatif itu dapat berfungsi sebagai berikut:

1.      Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran sambil belajar

2.      Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa, agar dapat menumbuhkan sikap, mental serta akhlak yang baik.

3.      Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman dan menyenagnkan.

4.      Meningkatkan kualitas pembelajran anak-anak

 

2.2 Jenis-jenis Permainan Tradisional

Banyak sekali macam-macam permainan tradisional di Indonesia, hampir di seluruh daerah-daerah telah mengenalnya bahkan pernah mengalami masa-masa bermain permainan tradisional ketika kecil. Permainan tradisional perlu dikembangkan lagi karena mengandung banyak unsur manfaat dan persiapan bagi anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Permainan tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan bangsa yang banyak tersebar di berbagai penjuru nusantara. Namun dewasa ini keberadaannya sudah berangsur-angsur mengalami kepunahan, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan, bahkan di beberapa diantaranya sudah tidak dapat dikenali lagi oleh masyarakat. Sebenarnya ada beberapa jenis permainan tradisional yang masih dapat bertahan, itu pun disebabkan karena para pelaku permainan tradisional tersebut berada jauh dari jangkauan permainan modern yang banyak menggunakan alat-alat canggih. Permainan tradisional sebagai salah satu bentuk dari kegiatan bermain diyakini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan fisik dan mental anak (Kurniati, 2010:1).

Jawa Barat juga memiliki berbagai macam permainan tradisional. Permainan tradisional Jawa Barat merupakan suatu aktivitas permainan (kaulinan budak) yang tumbuh dan berkembang di daerah Jawa Barat yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat Sunda serta diajarkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari permainan ini anak-anak dilatih untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, memperoleh pengalaman yang berguna dan bermakna, mampu membina hubungan dengan sesama teman, meningkatkan perbendaharaan kata serta mampu menyalurkan perasaan-perasaan yang tertekan dengan tetap melestarikan dan mencintai budaya bangsa.

Permainan tradisional yang tersebar di Jawa Barat secara umum memberikan kegembiraan kepada anak-anak yang melakukannya. Pada umumnya permainan ini memiliki sifat yang universal, namun setiap daerah atau tempat memiliki cara yang berlainan dalam melakukan permainan ini. Menurut Atmadibrata (Kurniati, 2010:2) masyarakat Jawa Barat disinyalir dari sejak jaman klasik memiliki kecenderungan untuk memiliki keterampilan prestatif yang bersifat “entertainment” dalam wujud permainan rakyat yang dapat dijumpai di mana-mana. Bila permainan yang ada di Jawa Barat ini dikaji ternyata memiliki nilai edukatif, mengandung unsur pendidikan jasmani, kecermatan, kelincahan, daya pikir, apresiasi artistik (unsur seni), kesegaran psikologis dan sebagainya. Macam-macam permainan tradisional di Jawa Barat diantaranya ucing sumput, rerebonan, sorodot gaplok, sapiring dua piring, huhuian, congkak, oray-orayan, perepet jengkol dan sonlah

 

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

 

3.1 Kesimpulan

Permainan tradisional tidak hanya sekedar permainan yang mengandung kesenangan semata. Namun permainan tradisional dapat melatih kemampuan motorik anak, sikap anak, dan juga ketrampilan anak. Serta dapat membentuk karakter anak yang luhur. Dalam menerima sikap perubahan sosial di dalam masyrakat kita memang harus bersifat terbuka dan dinamis terhadapa perkembangan zaman, perkembangan dunia IT. Ada sebuah garis-garis yang harus memisahkan kebudayaan asli dengan masuknya kebudayaan luar dalam era global saat ini. Perubahan sosial akan terjadi apabila masyarakat menerima masuknya perubahan itu sendiri, maka dari itu kita perlu yang namanya kesadaran sejak dini untuk menjaga dan melstarikan kebudayaan lokal masyarakat kita sendiri, kalau bukan kita yang menjaga kebudayaan tersebut, siapa lagi dan tidak akan menutup kemungkinan memudarnya permainan tradisional, sebagai salah satu contoh penulisan diatas, dapat terjadi bila kita sendiri tidak memelihara kebudayaan kita sendiri.

 

3.2 Saran

Kita sebagai generasi muda sudah saatnya kita melestarikan permainan tradisional. Kita seharusnya perkenalkan dulu pada anak kita tentang permainan tradisional walaupun di zaman globalisasi saat ini. Karena pada usia dini, perkembangan anak sangat dibutuh demi perkembangan fisik dan motorik anak. Selain itu permainan tradisional sangat menguntungkan daripada permainan di zaman sekarang seperti game online. Game online sangat tidak baik bagi perkembangan anak karena akan membawa dampak negatif bagi seorang anak. Tidak dipungkiri saat ini banyak orang tua yang malah membelikan anaknya barang-barang canggih. Maka dari itu  peran orang tua untuk mendampingi anaknya sangatlah penting demi masa depan seorang anak.

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Bennet., dkk. (1998). Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan: Penerapan Teori Developmentally Appropriate Practices (DAP). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation

 

Hurlock, E. B. (1991). Perkembangan Anak Jilid 1 (Alih Bahasa: Meitasari Tjandrasa dan Muslichach Zarkasih). Jakarta : Erlangga

 

http://longsani.blogspot.com/2014/07/makalah-permainan-tradisional.html

 

http://abdulkudus.staff.unisba.ac.id/files/2012/01/PKM-GT-2011-IPB-Irma-Inovasi-Media-Pembelajaran.pdf

 

http://www.academia.edu/6245754/PERMAINAN_TRADISIONAL_SEBAGAI_WAHANA_ PENDIDIKAN_KARAKTER_YANG_MENYENANGKAN

 

Kurniawati. (2010). Main Yuk! 30 Permainan Tradisional Jawa Barat. Bandung: PG PAUD UPI.

 

Sukirman. (2008). Permainan Cerdas untuk Anak Usia 2-6 tahun. Jakarta: Erlangga

 


Makalah Tentang Media Pembelajaran

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1            Latar belakang masalah

 

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dewasa ini sangat besar. Seiring dengan perkembangan IPTEK tersebut sistem pendidkan, dalam kurikulum 2004 atau yang sering kita sebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan sistem yang sangat berperan untuk menyiapkan siswa supaya dapat menguasai dan mengikuti perkembangan IPTEK.

Proses pembelajaran di SD lebih bergantung  pada kondisi sekolah, baik yang menyangkut metode maupun media pembelajarannya. Secara umum pembelajaran di SD masih disampaikan secara konvensional , dalam arti masih didominasi ceramah kalaupun ada diskusi durasi masih kecil, hanya sedikit sekolah yang menetapkan metode pendekatan ilmiah seperti praktekum ataupun demonstrasi. Semua itu terkendala pada keterbatasan media, apalagi  SD di daerah terpencil. Keadaan ini membuat guru sains mengandalkan sepenuhnya pada buku paket yang bersumber dari Dinas Pendidikan Nasional atau Departemen Pendidikan, atau buku teks lain.

 

 

 

Salah satu kesulitan siswa mempelajari ilmu di SD adalah siswa kurang mampu memperhatikan hubungan antar konsep-konsep saat memecahkan permasalah.

Berdasarkan uraian di atas yang menggambarkan kondisi pembelajaran di SD perlu kiranya dilakukan perbaikan-perbaikan dan inovasi-inovasi untuk memperbaiki mutu pembelajaran sain di SD yaitu dengan mencari media yang baik dalam proses penyampaian ilmu yang sekiranya dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep pembelajaran.

1.2            Perumusan masalah

Secara umum, kendala yang di hadapi oleh guru dalam menggunakan media yang tepat guna dalam pembelajaran yaitu :

1.     Bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi untuk dijadikan media pembelajaran.

2.     Menggunakan alam sekitar sebagai media pembelajaran

3.     memanfaatkan koran/majalah sebagai media pembelajaran

      sekirannya tiga hal tersebutlah yang akan kami bahas dalam                    

      proposal ini, semoga dapat diterapkan dan juga menjadi bahan   

      pertimbangan saat nanti praktik dilapangan.

  

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

2.1            Melemahnya Pembelajaran Karena Media Yang Tidak Tepat

 

Salah satu masalah yang utama dalam pendidikan dewasa ini adalah belum efektifnya pembelajaran pendidikan di sekolah sekolah dasar, sebagai akibat dari miskonsepsi dalam pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan itu sendiri. Hal ini dapat terlihat pada proses pembelajaran yang memperlihatkan guru cenderung berorientasi kepada penguasaan materi tidak melihat aspek penguasaan keterampilan dan pemahaman. Proses pembelajaran yang di lakukan guru masih bersifat tradisional, berpusat pada guru, dan hampir tidak pernah dilakukan atas inisiatif siswa sendiri.

Permasalah pendidikan di SD tidak hanya disebabkan oleh lemahnya pengelolaan pembelajaran oleh guru itu sendiri, melainkan oleh faktor-faktor lain seperti terbatasnya infrastuktur di sekolah, alokasi waktu yang di pergunakan oleh guru terbatas, ketiadaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah masih belum memadai, media yang digunakan guru masih terbilang kuno, dan metode yang masih doniman yang dipergunakan dalam pembelajaran adalah buku paket, sehingga menjadi pemicu kelemahan sistem pembelajaran bahasa indonesia di Sekolah Dasar.

Faktor tersebut merupakan hambatan yang menambah daftar panjang segudang permasalahan yang harus dihadapi oleh guru pendidikan bahasa indonesia ketika berhadapan dengan anak didik saat berinteraksi di kelas.

 

2.2            Menggunakan kemajuan IPTEK sebagai media pembelajaran

 

Di sini akan dijelaskan bagaimana menggunakan kemajuan IPTEK dalam mencapai tujuan pendidikan bagi siswa di sekolah dasar. Salah satu media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan dari kemujuan IPTEk yaitu komputer dan internet, mungkin bila kita bicara media ini dikalangan SD yang berada di kota, media ini tak asing lagi bagi mereka sebab rata-rata anak-anak SD sudah mengetahui apa itu komputer dan kegunaannya dalam pembelajaran.

Komputer bukanlah suatu barang yang benar-benar baru saat ini, hampir seluruh manusia yang ada di muka bumi ini telah menggunakan prangkat ini semaksimal mungkin untuk mengefesien waktu dan tenaga, sebab dengan hanya duduk kita dapat mengetahui perkembangan yang ada di seluruh peloksok dunia.

Menggunakan komputer dalam media pembelajaran tidaklah sulit, sebab barang ini bukan lagi barang mewah, seorang guru dapat menyajikan pembelajaran dengan menggunakan media ini dengan cara, mendesain materi pembelajaran dengan sekreatif mungkin agar siswa dapat fokus dalam menerima pemaparan dan juga dapat berimajinasi karena guru melihatkan kejadian yang sekiranya ada dalam pembahasan materi tersebut.

Sebagai contoh ketika seorang guru ingin menerangkan tentang ekonomi, putar saja film yang sekirannya sesuai dengan materi yang ada atau guru juga dapat mendesain foto-foto yang secara otomatis berganti-ganti agar siswa tersebut mendapat pemahaman yang multy selain dari pemaparan guru mereka juga paham karena melihat langsung kejadian yang telah digambarkan oleh guru tersebut.

 

2.3            Menggunakan Alam sekitar Sebagai Media Pembelajaran

 

Lingkungan sangat erat dengan perkembangan kepribadian seseorang, lingkungan disini dapat berupa lingkungan pergaulan dan lingkungan alam yang ada disekitar siswa. Lingkungan dapat dijadikan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak, lingkungan dapat berperan sebagai media pembelajaran dan juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak mesti harus keluar kelas, guru dapat nbahanya dapat dicari di internet, bukankah teknologi kini berkembang dengan sangat pesat, sayang apabila tidak dipergunakan dengan seefektif mungkin untuk kelangsungan proses belajar mengajar.

Apa bila memungkinkan sekali-kali siswa di ajak study tour yang mana akan membuat anak menjadi tenang dengan suasana disana, dan suasana belajarpun menjadi tidak membosankan. Namun keseringan tujuan dari study tour tersebut kurang mengenai target sebab siswa akan lebih cenderung bermain ketimbang belajar lalu bagaimana guru mensiasati hal itu? Menurut pemikiran saya peribadi sebagai penulis yaitu dengan menentukan objek apa saja yang diteliti dan tujuan harus sesuai dengan keadaan dan kenyataan yang ada di lapangan.

 

2.4            Memanfaatkan koran/majalah sebagai Media Pembelajaran

Minat baca atau gemar membaca sangat dituntut oleh semua pihak untuk dikembangkan. Pemerintah Republik Indonesia bahkan menganggapnya sebagai strategi mendasar yang sangat

penting untuk membangun bangsa. Ini terbukti dan tertuang dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam undang-undang nomor 2 tahun 1989, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mencapai tujuan tersebut kebiasaan membaca perlu ditanamkan pada setiap warga negara pada umumnya dan pada anak-anak didik pada khususnya.

Minat dalam kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti kegemaran, kesukaan atau kecenderungan. Bila minat tersebut dihubungkan dengan membaca, maka ada semacam usaha secara intensif terhadap penggunaan media tertulis untuk pemenuhan informasinya.

Proses tersebut berawal dari seseorang mempunyai:Kebutuhan pokok  terhadap informasi baik untuk membaca maupun untuk belajar, Merespon dan mengkomunikasikan makna didalamnya (tersurat, tersirat atau pemahaman utuh), Membentuk tingkat pengetahuan, dan akhirnya, Mempunyai sikap positif bahwa bacaan adalah bagian dari kehidupan. Tingkat minat baca masyarakat Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat minat baca masyarakat bangsa lain. Pernyataan negatif pesimistis ini sering muncul dan diulang-ulang dalam berbagai laporan hasil penelitian dan pendapat para pakar yang dituangkan dalam berbagai tulisan atau pun disampaikan dalam beragam pertemuan ilmiah. Bunanta

menyebutkan bahwa minat baca terutama sangat ditentukan oleh:

1.     Faktor lingkungan keluarga dalam hal ini misalnya kebiasaan membaca keluarga di lingkungan rumah

2.     Faktor pendidikan dan kurikulum di sekolah yang kurang kondusif.

3.     Faktor infrastruktur dalam masyarakat yang kurang mendukung peningkatan minat baca masyarakat.

4.     Serta faktor keberadaan dan keterjangkauan bahan bacaan.

 

Koran mungkin tidak asing lagi terdengar dikalangan umum, koran merupakan sarana atau media penyampaian informasi yang efektif dipergunakan saat ini. Sudah banyak surat kabar yang ada di Indonesia dan rata-rata dalam memuat berita setiap surat kabar berbeda-beda namun tak kalanya ada pula yang sama.

Argumentasi ekonomi, sosial, dan budaya biasanya dimuat didalam surat kabar hal ini yang kiranya dapat dipergunakan dalam media pembelajaran di SD. Seorang guru yang kreatif adalah guru yang mempunyai pemikiran yang luas yang mampu mencari trik-trik tertentu untuk mencari perubahan dalam suasana pembelajaran.

Seorang guru yang kreatif diharapkan dapat mengaitkan argumen atau berita yang terbaru kedalam pembelajaran yang ada di SD, sebab biasanya isu itu lebih cepat berkembang  dikalangan umum bahkan siswa SD itu sendiri. Siswa mungkin dapat mendengar isu itu dari orang dewasa namun, siswa itu sendiri belum benar-benar paham dengan apa yang mereka dengar, mereka hanya menyampaikan argumen dari orang yang mereka dengar.

Penerapan media koran atau majalah dalam pembelajaran dapat dicontohkan sebagai berikut, ” Demonstrasi yang dilakukan mahasiswa sebagai suatu argumen yang mana tujuan demonstrasi itu adalah menolak kenaikan harga BBM dan menindak orang-orang yang menimbun BBM ”.

Isu itu dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPS, yang mana pertanyaan yang diajukan kepada siswa seperti apakah pengaruh kenaikan BBM itu terhadap perekonomian? Jawaban yang diharapkan oleh guru adalah harga-harga akan naik karena pembiayaan distribusi naik.

Isu itu juga dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPA, yang mana pertanyaan yang diajukan kepada siswa seperti, ” BBM termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui atau dapat diperbaharui ? ”. Jawaban yang diharapkan oleh guru adalah bahwa BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, oleh karenanya apabila habis tidak dapat diperbaharui lagi, jadi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui itu dipergunakan seefisien dan sehemat mungkin agar tidak habis.

Gambar yang ada disuatu surat kabar juga dapat dijadikan media yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Selain hemat juga menarik karena gambar yang ada biasanya berwarna.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

 

3.1    Kesimpulan

Dari hasil pengamatan yang saya lakukan dari hasil membaca dan pengalaman dapat diambil kesimpulanya bahwa media pembelajaran di SD masih perlu ada beberapa perbaiakan yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan saat ini dikarenakan dalam proses pembelajaran seorang guru harus dapat mencari trik atau metode yang bisa membuat suasana yang efektif, menyenangkan dan mengembangkan kreatifitas  siswa SD.  

Pengembangan media pembelajaran sangat diperlukan sebagai suatu jalan alternatif dalam mencapai tujuan pendidikan yang efektif.

  

3.2                 Saran 

Guru yang profesianal adalah guru yang mempunyai kemampuan berfikir yang luas, sebagai salah satu kewajiban profesinya yaitu mendidik dan mengembangkan kemampuan yang ada pada diri orang yang dididik. Seorang guru disarankan minimal menguasai IPTEK sebagai dasar pengetahuan yang kuat.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

A’yun, Q. 2008. Peningkatan Minat Baca Siswa Kelas IV MI Muawanah Banjaranyar melalui Program Jam Baca. Online. “http://karya-ilmiah.um.ac.id/. Diakses pada tanggal 26 Januari 2011.

 

Administrator. Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Lingkungan. Online. http://pendidikan.net/. Diakses pada tanggal 26 Januari 2011.

 

Arixs, 2006. Enam Penyebab Rendahnya Minat Baca. Online. http://www.cybertokoh.com/. Diakses pada tanggal 26 Januari 2011.

 

Baderi, A. 2005. Meningkatkan Minat Baca Masyarakat melalui Suatu Kelembagaan Nasional.

 

Orasi Ilmiah dan Pengukuhan Pustakawan Utama. Online. http://pustakawan.pnri.go.id/. Diakses pada tanggal 26 Januari 2011.

 

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU DI SEKOLAH DASAR

 file:///G:/sd/MODEL-PEMBELAJARAN-TERPADU-DI-SEKOLAH-DASAR.html. Diakses pada tanggal 26 Januari 2011.


About

About

loading...

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, k...

Search This Blog

Translate