Manusia sampai saat ini masih menjadi sesuatu yang
“misterius” dan “unik”. Diskusi tentang manusia masih terus terjadi hingga saat
ini. Buku-buku ilmiah tentang manusiapun terus bermunculan. Manusia dijelaskan
dengan berbagai macam perspektif. Ada yang menulis mausia dari sudut pandang
agama, ada yang dari filsafat, ada yang dari sains, dan lain sebagainya.
Penggunaan perspektif ini akan menentukan apa dan bagaimana manusia itu. Saya
sendiri sampai saat ini masih terus mempelajari sosok manusia. Seringkali
manusia didefinisikan dengan fungsi-fungsi yang melekat pada dirinya. Atau
manusia dianggap sebagai khalifatullah berdasarkan dalil agama Islam. Ada
banyak sekali perspektif di dalam melihat manusia.
Perkembangan sains modern hingga saat ini telah
menunjukkan kemampuan manusia dalam mengembangkan sebuah penemuan. Apa yang
dahulu hanya dapat dibayangkan, sekarang sudah menjadi kenyataan. Orang dahulu
yang membayangkan dapat berkomunikasi dengan orang yang berada diluar pulau,
diluar negeri, bahkan diluar planet. Tetapi saat ini, bayangan itu sudah
terwujud. Ini berkat penelitian-penelitian ilmiah yang terus dikembangkan. Era
ini dimulai sekitar abad ke-16 dan 17 ketika terjadi revolusi industri.
Sebagaimana dinyatakan basis epistemologis dari
sains modern adalah positivistik. Secara sederhana paradigma ini memandang
segala sesuatu secara positif, terukur, dan berdasarkan observasi inderawi.
Sesuatu dikatana ilmiah dan diterima sebagai ilmu pengetahun ketika ia dapat
diukur dan dicerna (diobservasi) oleh indera. Sehingga segala sesuatu yang
berada diluar teori atau batasan ini tidak dapat dikatakan sebagai ilmu. Para
penganut positivistik menolak hal-hal ghaib yang tidak bisa dijelaskan oleh
inderawi.
Salah satu contohnya sebagaimana diutarakan oleh
Darwin, penganut teori evolusi manusia, bahwa haram hukumnya membawa Tuhan
dalam kajian ilmiah. Disini bisa dilihat bagaimana para penganut posotivisme
menolak keberadaan sang pencinta alam. Tidak ada ruang untuk wilayah
kerohanian. Tidak ada tempat untuk spiritualitas. Semuanya didasarkan pada
observasi inderawi.
Dalam paradigma positivistik (saintifik), kosmologi
yang dipakai adalah kosmologi fisik. Sehingga manusia yang dilihat hanya
fisiknya saja. Tidak ada roh dalam diri manusia. Manusia itu adalah hewan.
Hanya saja manusia bisa berbicara dan memiliki keunggulan dalam struktur otak.
Manusia mampu berpikir secara lebih kompleks. Hewan adalah struktur manusia
paling sederhana. Sehingga tidak heran jika ingin mempelajari struktur tubuh manusia
yang lebih kompleks, maka mempelajari struktur hewan yang lebih sederhana sudah
cukup. Ini sama halnya adalam kajian antropologi, ketika ingin mempelajari
struktur masyarakat yang kompleks, maka pelajari dulu masyarakat primitif yang
lebih sederhana.
Positivistik tidak menganggap adanya ruh atau jiwa
dalam diri manusia. Para penganut positivistik menafikan adanya hubungan
spiritual antara manusia dan Tuhan sebagai pencipta alam. Tuhan tidak dapat
dibuktikan secara inderawi, untuk menghindari ungkapan “tidak ada, karenanya
ditolak. Pendapat semacam ini masih bertahan hingga saat ini walaupun memang
tidak seagresif pada masa awal kemunculan paradigma positivistik. Pada saat itu
gereja menjadi sasaran empuk para penganut paham ini karena gereja dianggap telah
“menyimpang” dan “menolak” kemajuan. Dan demikianlah seterusnya bagaimana
perjalanan positivisme.
Memang paradigma positivisme telah menciptakan
kemajuan yang luar biasa dan tak terduga. Manusia saat ini berbeda dengan
manusia lima abad yang lalu. Duhulu untuk mendapat kabar dari desa sebelah saja
butuh waktu beberapa hari. Tetapi saat ini manusia bisa mengakses informasi
dari belahan dunia manapun dalam hitungan detik. Ini sungguh luar biasa. Tetapi
menurut pak Mul, ini juga telah menciptakan manusia-manusia yang berpandangan
pada fisik saja, pada meteri saja. Kering akan rohani. Tidak ada spiritual. Ini
tentu berbeda dengan pandangan agama Islam. Dimana Tuhan (spiritual) menjadi
bagian penting dari kehidupan ini. Postivisme telah melahirkan sekulerisme,
dimana tidak ada tempat bagi Tuhan.
Filsafat (Islam) tentang manusia (ide dan akal)
Yang
dimaksud dengan filsafat disini adalah filsafat Islam, bukan filsafat
barat atau Yunani atau mana lah. Karena Islam sendiri memiliki pemikiran
filsafat sendiri yang itu berbeda dengan Yunani atau yang lainnya. Walaupun
akarnya tetap kepada Yunani, tetapi filsafat yang tumbuh dan berkembang di
dalam Islam telah mengalami proses penyaringan. Ada semacam proses Islamisasi.
karya-karya filsafat dahulu sudah sangat lengkap
dan komprehensif. Ada yang ditulis di Barat saat ini sudah didiskusikan oleh
pemikir muslim. Hanya saja kita sebagai muslim sangat jarang dan bahkan mungkin
tidak mampu mengakses karya-karya mereka. Contohnya adalah Ibnu Sina yang
dikenal dengan al-mu’allim al-tsani (guru kedua) setelah Aristoteles. Banyak
sekali karya-karya muslim terdahulu yang menarik jika kita ingin mengkajinya.
Jangan kita asik membaca barat saja, melupakan turats kita sendiri.
Tetapi, ini bukan berarti kita menolak barat (barat
disini sepertinya diasosiasikan dengan selain Islam). Barat tetap harus dan
perlu dipelajari sebagai penyeimbang dan pengayaan informasi. Tidak boleh hanya
belajar Islam saja atau belajar Barat saja. Itu akan menyebabkan miskin
pengetahuan. Beliau kemudian bercerita tentang perjalanannya hingga sampai pada
keputusan mempelajari filsafat islam. Beliau memutuskan untuk menjadi
pakar/ahli filsafat Islam.
Untuk menjelaskan manusia dalam perspektif filsafat
Islam, beliau merujuk pada pandangan ikhwan al-shafa. Ikhwan al-Shafa adalah
salah satu organisasi yang didirikan oleh sekelompok masyarakat yang terdiri
dari para filosof. Sebagai perkumpulan atau organisasi yang bersifat rahasia,
Ikhwan al-Shafa menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan.
Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang didasarkan oleh
persaudaraan Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap yang memandang iman
seseorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri. Kelompok ini dikenal melalui karya-karyanya. Tetapi
tidak diketahui secara detail bagaimana gerakan mereka.
Manusia tu adalah al-‘alam al-shaghir (alam kecil)
atau dalam bahasa kerennya mikro-kosmos. Manusia adalah bentuk lain (kecil)
daripada alam semesta ini. Maksudnya bagaimana? setidaknya ada 4 unsur yang ada
di alam semesta juga ada pada manusia. Pertama, unsur mineral (air). Bahwa
mineral merupakan unsur alam semesta. Demikian juga pada manusia, mineral
adalah unsur yang dominan. Kedua, unsur tumbuhan. Di dalam diri manusia juga
ada unur tumbuhan sebagaimana ada pada alam semesta. Seperti misalnya bahwa
manusia bereproduksi, makan, ada sperma, tumbuh, dan lain-lain. Ini sama
seperti tumbuhan. Ketiga, unsur hewan. Setidaknya ada dua yang mengindikasikan
ada unsur hewan dalam diri manusia, yakni indra dan gerak. Hewan bisa bergerak,
ada mobilitas, dan juga ada indera dimana tidak terdapat pada tumbuhan. Kedua
itu juga terdapat pada manusia. Manusia ada indera dan bisa bergerak. Keempat,
unsur malaikat. Malaikat adalah makhluk suci, tidak melakukan keburukan.
Malaikat adalah intelek. Pak Mul menyebut malaikat itu adalah akal dimana ia
dapat berpikir. Disini juga dapat dikatakan bahwa pada manusia adalah unsur
ilahiyyah sebagaimana ptongan firman Allah “wa nafakhtu fiihim al-ruuh..”, dan
aku tiupkan pada mereka itu ruh.
Bahwa manusia itu adalah ultimate purpose of
creation, puncak dari segala penciptaan. Alam semesta diciptakan karena
penciptaan manusia. manusia itu seperti buah (padi, pisang) yang ada pada
tumbuhan. Misalnya saja pisang, ia tumbuh dan besar untuk menanti buah. Ketika
buahnya sudah muncu dan matang, ia kemudian mati. Sama halnya dengan padi.
Demikian pula manusia. Ia adalah buah daripada ciptaan yang lainnya.
Agama (Islam) tentang Manusia
agama Islam datang untuk menempatkan manusia lebih
terhormat dan keren. Ini dapat dilihat dari firman Allah inni ja’ilun fi
al-ardh khalifah, sesungguhnya Aku akan menjadikan di muka bumi khalifah. Para
ahli tafsir memahami bahwa manusia adalah khalifah Allah yang dimaksud.
Khalifah itu adalah representasi. Khalifah itu adalah wakil Tuhan sehingga,
manusia sebagai khalifah Allah, menjadi terhormat di antara makhluk hidup yang
lain. Kemudian Allah juga memberikan fasilitas apapun kepada manusia sebagai
bentuk konsekuensinya sebagai wakil Allah. Manusia diberikan kewenangan untuk
mengurus bumi beserta isinya. Walladzi khalaqa lakum fi al-ardh jami’an. Dan
yang telah menciptakan (apa yang ada) di bumi untuk semua kalian (manusia) semua.
Tetapi yang perlu diingat bahwa manusia adalah
(hanya) wakil Allah sehingga tidak boleh semena-mena. Manusia tidak boleh
sesuka hati mengatur bumi ini. Jangan ingin menjadi Tuhan yang bisa mengatur
segalanya seenak mulutnya (maaf). Manusia hanya wakil. Allah lah yang paling
berhak dan berkewenangan. Manusia harus mengikuti petunjuk Allah. Manusia harus
tunjuk kepada Allah yang telah mengutus manusia sebagai wakil. Itu saja
pointnya.
No comments:
Post a Comment