Sunday, April 28, 2019

Aliran-aliran dalam Psikologi

Aliran-aliran dalam psikologi yaitu sebagai berikut:
1. Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan.
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges Santayana.
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
2. Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-cirinya yang berbeda dengan progresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunyai bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang, dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri.
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof, menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yang telah ditentukan dan diatur oleh alam sosial. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
3. Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya. Jadi, akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.

4. Aliran Rekonstruksionisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan. 
a)      Manusia sebagai subjek pendidikan
Jika kita bicara tentang pendidikan maka yang terlintas di benak kita adalah proses belajar mengajar di bangku sekolah, kita membayangkan ada satu kelas siswa SD yang memakai kaos putih, celana merah, dasi merah dan topi putih-merah yang duduk diam hikmat mendengarkan materi dari gurunya yang terkesan galak dan menakutkan. Jika pendidikan diilustrasikan seperti itu maka yang terbayang dalam benak kita adalah guru sebagai satu-satunya pelaku dalam pendidikan, guru berperan penuh sebagai sumber ilmu dan siswa berperan sebagai  obyek pendidikan, sehingga dalam pikiran siswa timbul pemahaman kalau belajar itu adalah proses menyimak & peroses mentransformasi ilmu dari guru ke siswa, yang pada akhirnya siswa berpikir  kalau proses belajar mengajar itu hanya ada di bangku sekolah.
Dalam dekade ini timbul pemahaman baru tentang pendidikan, yang dulunya berpikir kalau pendidikan itu hanya ada di sekolah bergeser kepemahaman baru yaitu pemahaman kalau belajar itu tidak harus ada di bangku sekolah tapi bisa dimana saja, mereka bisa belajar dari film, belajar dari teater, belajar dari internet, belajar dari buku dan belajar dari kondisi real yang ada. Sehingga pemahamannya tentang pendidikan berubah, yang dulunya belajar itu harus di sekolah berkembang menjadi lebih luas lagi, yang dulunya belajar itu hanya untuk anak-anak usia sekolah berkembang menjadi belajar sepanjang hayat yang artinya tidak ada batasan umur, tidak ada batasan ruang dan waktu sehingga timbul pemahaman baru kalau manusia itu sebagai pelaku dari pembelajaran, sehingga timbul konsekwensi-konsekwensi dari pemahaman baru tersebut, karena manusia itu memposisikan diri sebagai pelaku (penanggung jawab pembelajaran) maka mereka sebagai individu dituntut untuk lebih aktif mencari ilmu dari berbagai sumber.
Kalau kita berbicara tentang pendidikan maka kita tidak bisa lepas dari yang namanya guru/pengajar, dewasa ini peran guru berubah dari pemberi materi utama menjadi pembimbing ”pengarah dalam proses belajar-mengajar”, kalau kita lihat dari posisi murid yang dulunya sebagai penerima materi berubah menjadi pencari materi “ pencari ilmu pengetahuan”, perubahan itu secara filosofis memiliki arti dan maksud yang sangat berbeda dari pemahaman lama. Di dalam pendidikan selain ada guru dan murid/pencari ilmu yang berperan sebagai subyek maka objek dari pendidikan adalah ilmu itu sendiri. Untuk memahami itu semua secara lebih dalam lagi perlu dikaji secara filosofis dari pengertian-pengertian tersebut
b)      Mutu pendidikan
                                    Definisi mutu memiliki konotasi yang bermacam – macam tergantung orang yang memakainya. Mutu berasal dari bahasa latin yakni  “Qualis” yang berarti what kind of (tergantung kata apa yang mengikutinya). Mutu menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan.
                                    Menurut Philip H. Coombs melihat konsep mutu pendidikan tidak hanya diukur dari prestasi belajar, seperti yang dikaitkan dengan kurikulum dan standarnya saja tetapi mutu harus dilihat dari segi relevansi dan sejauh mana apa yang diajarkan dan dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan belajar saat ini dan untuk masa yang akan datang. Lebih jauh dikemukakan bahwa masalah mutu pendidikan hendaknya dikaitkan dengan keseluruhan dimensi mutu secara sistemik yang berubah dari masa ke masa.
                                    Beeby melihat mutu pendidikan dari tiga perspektif yaitu : perspektif ekonomi, sosiologi dan pendidikan. Berdasarkan perspektif ekonomi, yang bermutu adalah pendidikan yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Lulusan pendidikan secara langsung dapat memenuhi angkatan kerja di dalam berbagai sektor ekonomi. Dengan bekerjanya mereka pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi. Menurut pandangan sosiologi, pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat dilihat dari berbagai kebutuhan masyarakat, seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya, pertumbuhan kesejahteraan, dan pembebasan kebodohan. Sedangkan menurut perspektif pendidikan, melihat mutu pendidikan dari sisi pengayaan (richness) dari proses belajar mengajar dan dari segi kemampuan lulusan dalam hal memecahkan masalah.                        Sedangkan menurut Hari Sudradjad pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai – nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjad mengemukakan pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu dan amal


No comments:

Post a Comment

About

About

loading...

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, k...

Search This Blog

Translate