Orang Eropa dari
akhir abad ke 15 hingga akhir abad ke 18 menganggap Abad pertengahan sebagai
jaman kegelapan. Bagi mereka Gotis sama dengan biadab. Jelas antara abad
pertengahan dan sesudah itu terdapat perbedaan besar dalam sejarah perkembangan
Eropa, perbedaan mengenai pandangan hidup perbedaan dengan apa yang kita sebut
dengan pola kebudayaan. Mereka dari jaman tadi yang sadar benar akan
terputusnyatali hubungan dengan jaman kuno itu menyebut pembahruan yang terjadi
di Eropa itu dengan istilah Renaissance (kelahiran kembali,
lahir kembali)maksudnya
lahir kembali kebudayaan kuno itu. Menurut pandangan mereka pada abad
pertengahan jadi sesudah jatuhnya kerajaan Romawi itu, Eropa jatuh ke dlam
jurang kebiadaban. Renaissance mereka anggap sebagai sesuatu yang tiba – tiba.
Jiwa renaissance
memendang manusia bukan lagi semata – mata sebagai alat kehendak Tuhan, tidak
lagi menganggap manusia sebagai satu rantai dalam turunan manusia yang terus
menerus itu melainkan manusia dianggap senagai individu dengan kemungkinan
individuil dan tanggung jawab individuil pula.
Dalam abad
pertengahan itu terdapat suatu mentalitet yang tdak bercorak duniawi melainkan
corak atau usaha yang diarahkan kepada kesejahteraan dari kebahagiaan akhirat.
Banyak dikarang orang naskah – naskah tentang meremehkan dunia.
Abad ini dikenal
sebagai abad Rasionalisme dan sekularisme. Ciri yang paling menonjol yakni bertambahnya
kepercayaan diri manusia dalam bidang berpikir. Rasionalisme nampak jelas, dengan
adanya tuntutan manusia untuk menggunakan logika, berfikir kritis, skeptisis
dan realistis. Sekularisme muncul karena adanya ketidak percayaan terhadap
dogma agama, selama abad tengah agama tidak memberi
kontribusi nyata bagi kehidupan manusia , sehingga kemudian muncul pemikiran
sekuler yang lebih mementingkan kehidupan duniawi. Abad ini juga dikenal
sebagai masa Aufklarung yang artinya pencerahan.
Kepercayaan akan rasio pada abad ini sangat dimajukan oleh perkembangan ilmu
pegetahuan pada waktu itu.
Ada beberapa tokoh sejarawan abad
ke 18 :
1. Jean Mabillon (1623-1707)
Jean Mabillon lair pada tanggal
23 November 1623 dari keluarga sederhana di kota Rheim. Jean Mabillon hidup
dalam keluarga yang taat sebagai pemeluk agama Kristen. Latar belakang inilah
yang mempengaruhi kehidupannya. Tahun 1653 Jean Mabillon masuk biara St. Reim
dan kemudian dinobatkan sebagai biarawan pada tahun 1660.
Jean Mabillon hádala seorang
sejarawan yang berhasil menulis karya besarnya berjudul On Diplomatics atau De re Diplomatica. Diplomatik atau ilmu diplomatik
adalah salah satu ilmu bantu sejarah tentang bagaimana membaca nazca-naskah
kuno, piagam-piagam dan manuskrip-manuskrip untuk mengetahui keasliannya.
On Diplomatics ditulis sebagai
reaksi dan jawaban terhadap Daniel Papebroch yang menulisPropylaeum (1657) yang menyimpulkan bahwa
piagam-piagam dari abad Merovingian yang diselamatkan dan disimpan dalam biara
di Perancis hádala palsu. Mabillon berusaha menyakinkan
Papebroch dengan memberikan metode-metode yang menyakinkan mereka dapat
memastikan keautentikan setiap dokumen kuno. Metode yang dimaksud, adalah
dengan jalan membandingkan gaya tuli (style), bentuk segel (form), tanda
tangan(signature), cap dan berbagai piagam lainnya.
2. Voltaire
(1694-1778)
Voltaire adalah nama samaran
untuk Francois Marie Arouet yang lahir pada tahun 1694. dia lahir dari dari
golongan borjuis. Keinginan ayahnya supaya dia menjadi ahli hukum ternyata
hanya angan-angan belaka, karena ia tidak tertarik dengan ahli hukum,
namun ia justru tertarik pada bidang sastra.
Perjalanan ke Inggris dianggap
sebagai awal pembentukannya sebagai seorang filosuf. Selama di Inggris Voltaire
mengembangkan pengetahuannya dengan banyak membaca karya filosuf Inggris, yang
sangat mempengaruhi pemikirannya.
Karyanya yang
pertama yaitu tentang puisi yang berjudul Henriade (1728). Puisi ini mencerminkan
sikap dan pandangannya terhadap siksaan berdasarkan agama pada abad ke 16,
cintanya terhadap toleransi dan sikap antipati terhadap pemujaan keagamaan.
Voltaire adalah seorang tokoh
rasionalis, yang menulis sebuah essay sejarah yang telah menolak visi
tradisional yang bersumberkan kitab suci, dan memperjuangkan rasio sebagai
intepretasi sejarah secara teologis. Essay on the Manners and Spirit of Nations, berbeda dengan uraian sejarah umumnya yang pernah
ada. Ada 2 pokok perbedaan:
a.
Voltaire
mengakui bahwa Eropa hanyalah merupakan bagian kecil dari dunia secara
keseluruhan. Karena itu ia menitik beratkan
sebagian dari pengamatannya pada sejarah Asia.
b.
Voltaire menganggap bahwa sejarah kebudayaan adalah
pada umumnya jauh lebih penting dari pada sejarah politik.
Pandangan Voltaire merupakan usahanya untuk membentuk penganut faham
proggres yang ditentukan oleh manusia. Dengan demikian, Voltaire termasuk
sejarawan yang berpandangan maju dan sekuler, yang hanya mengakui akal manusia
yang dapat menuju kamajuan proses sejarah manusia untuk mencapai masa depan
yang gemilang.
No comments:
Post a Comment