1. (a). Perbedaan knowledge, science, philosophia,
dan religi yaitu :
Philosophia berurusan dengan pengalaman yang bersifat menyeluruh atau
komprehensif sebagai objek studinya. science berurusan dengan bidang pengalaman
yang terbatas atau spesifik sebagai objek studinya dan telah melalui metode
yang disepakati. Knowledge berupa hasil pengalaman hidup manusia yang menjadi
pegangan sedangkan religi merupakan hal yang berkaitan dengan Sang Pencipta.
(b) Perbedaan Ilmu Murni (Pure Science)
dan ilmu terapan (Apllied Science)
Pure
Science (Ilmu Murni/ Pedologi)
- Literature
susah didapatkan karena ilmu terlalu murni hanya untuk pengetahuan.
- Tujuan
penelitian untuk memperdalam dan mengembang ilmu pengetahuan.
- Alat
laboratorium jarang didapatkan, sebagai contoh untuk analisa unsur-unsur
mikro seperti Fe, Zn, Cu, Co, dan lain-lain.
- Hasil
penelitian kurang diminati masyarakat karena bernilai ekonomi rendah,
contoh:
- Sebaran
inceptisol di lereng selatan Gunung Merapi
- Pemanfaatan
campuran bahan zeolite dengan bahan kompos dalam meningkatkan daya ikat
tanah terhadap lengas.
- Kombinasi
takaran pupuk kandang dan bahan gypsum dalam meningkatkan permeabilitas
tanah di lahan lempung berqat
- Evaluasi
kesesuaian lahan untuk tanaman pangan di kabupaten Kilon Progo, DIY
Apllied Science (ilmu Terapan/Edaphology)
- Literature
baik text book, jurnal, internet, mudah ditemukan.
- Tujuan
penelitian untuk mengembangkan atau menyelesaikan permasalahan aplikasi
langsung di masyarakat.
- Alat
laboratorium banyak ditemukan karena serin dipakai untuk analisa rutin,
sebagai contoh ialah N total, P tersedia, K tersedia, pH H2O,
DHL dan lain-lain.
- Hasil
penelitian diminati oleh masyarakat karena bernilai ekonomi tinggi,
contoh:
Pengaruh pemberian pupuk
hijau terhadap peningkatan produksi padi sawah.
Pemberian kombinasi
kompos jerami dan pupuk kandang sapi dalam meningkatkan produksi padi sawah.
5. Peningkatan produksi kedelai dengan berbagai cara pemberian air
irigasi.
2. Antropologi sebagai sebuah ilmu mengalami
tahapan-tahapan dalam dalam perkembangannya. Koentjaraningrat (1986:1-5)
membaginya ke dalam 4 (empat) tahap. Tahap pertama, ditandai dengan tulisan
tangan bangsa Eropa yang melakukan penjajahan di benua Afrika, Asia, dan Amerika
pada akhir abad ke-15. Tulisan itu merupakan deskripsi keadaan bangsa-bangsa
yang mereka singgahi. Deskripsi yang dituliskan mencakup adat istiadat, suku,
susunan masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut sangat
menarik bagi masyarakat Eropa karena berbeda dengan keadaan di Eropa pada
umumnya. Bahan deskripsi itu disebut juga Etnografi (Etnos berarti bangsa)
Tahap kedua, mereka menginginkan tulisan-tulisan atau deskripsi yang tersebar itu dikumpulkan jadi satu dan diterbitkan. Isinya disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat, dari tingkat rendah sampai tingkat tertinggi. Dari sinilah bangsa-bangsa digolongkan menurut tingkat evolusinya. Sekitar tahun 1860, terbit karangan yang mengaklasifikasikan berbagai kebudayaan tingkat evolusinya. Saat itu lahirlah antropologi.
Tahap kedua, mereka menginginkan tulisan-tulisan atau deskripsi yang tersebar itu dikumpulkan jadi satu dan diterbitkan. Isinya disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat, dari tingkat rendah sampai tingkat tertinggi. Dari sinilah bangsa-bangsa digolongkan menurut tingkat evolusinya. Sekitar tahun 1860, terbit karangan yang mengaklasifikasikan berbagai kebudayaan tingkat evolusinya. Saat itu lahirlah antropologi.
Dengan demikian pada tahap kedua ini, antroplogi telah bersifat akademis.
Pada tahap ini, antropologi mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitiv
untuk memperoleh pengertian mengenai tingkat-tingkat perkembangan dalam sejarah
evolusi dan sejarah penyebaran manusia di dunia. Tahap ke tiga, antropologi
menjadi ilmu yang praktis. Pada tahap ini, antropologi mempalajari masyarakat
jajahan demi kepentingan kolonial. Hal ini berlangsung sekitar awal abad ke-20.
Pada abad ini, antropologi semakin penting untuk mengukuhkan dominasi
bangsa-bangsa Eropa Barat di daerah jajahannya. Dengan antropologi, bangsa
Eropa mempelajari dan tahu bagaimana menghadapi masyarakat daerah jajahannya.
Selain itu, bangsa–bangsa terjajah pada umumnya belum sekompleks bangsa Eropa
Barat. Oleh karena itu, mempelajari bangsa-bangsa terjajah bagi bangsa Eropa
dapat menambah pengertian mereka tentang masyarakat mereka sendiri (Bangsa
Eropa Barat) yang kompleks. Tahap ke empat, antropologi berkembang sangat luas,
baik dalam akurasi bahan pengetahuanya maupun ketajaman metode-metode
ilmiahnya. Hal ini berlangsung sekitar pertengahan abad ke-20. Sasaran
penelitian antropologi di masa ini bukan lagi suku bangsa primitiv dan bangsa
Eropa Barat, tapi beralih pada penduduk pedesaan, baik mengenai keanekaragaman
fisik, masyarakat, maupun kebudayaannya termasuk suku bangsa di daerah pedesaan
di Amerika dan Eropa Barat itu sendiri, peralihan sasaran penelitian itu
terutama disebabkan oleh munculnya ketidaksenangan terhadap penjajahan dan
makin berkurangnya masyarakat yang dianggap primitif.
3.
Menurut Brookover ruang lingkup sosiologi pendidikan
dibagi menjadi empat kategori, diantaranya :
(a) hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain;
b) hubungan sekolah dengan komuniti sekitarnya;
(c) hubungan antar manusia dalam sitem persekolahan;
(d) pegaruh sekolah terhadap prilaku anak didik.
4. a) J. J
Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2000) membedakan adanya tiga ‘gejala
kebudayaan’ : yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact,
dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang mengistilahkannya dengan tiga
wujud kebudayaan :
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks
dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil
karya manusia.
Mengenai wujud
kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
(2007:29-30) memberikan penjelasannya sebagai berikut :
1. Wujud Ide
Wujud tersebut menunjukann wujud
ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun
difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan
yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi
mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan
perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini
bisa juga disebut adat istiadat.
2. Wujud perilaku
Wujud tersebut dinamakan sistem
sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu
sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam
sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan
berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat
konkret dalam wujud perilaku dan bahasa.
3. Wujud Artefak
Wujud ini disebut juga kebudayaan
fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan
bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju,
kain komputer dll.
b) 5 masalah pokok dalam kehidupan manusia yang
terdapat dalam sistem nilai budaya yaitu:
- Sistem religi dan upacara keagamaan
- Sistem dan organisasi kemasyarakatan
- Sistem pengetahuan
- Sistem mata pencaharian
- Sistem teknologi dan peralatan
5. Sistem kekerabatan di Indonesia terbagi
menjadi 3 bagian yaitu patrilineal, matrilineal dan bilateral. Patrilineal yaitu
sistem kekerabatan yang didasarkan atas garis hubungan dari pihak ayah misalnya
dalam suku batak. Matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang didasarkan atas
garis hubungan dari pihak ibu misalnya dalam suku minang. Bilateral yaitu
sistem kekerabatan yang didasarkan atas garis hubungan dari pihak ayah maupun
ibu misalnya dalam suku Sunda.
Setiap sistem kekerabatan
tersebut memiliki pengaruh terhadap terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan.
Dengan adanya sistem kekerabatan tersebut kadangkala muncul adanya pertentangan
(konflik) dalam masyarakat. Pertentangan-pertentangan tersebut mungkin terjadi
antara orang perorangan dengan kelompoknya atau pertentangan antar
kelompok-kelompok. Misalnya di kalangan orang-orang Batak yang sistem
kekerabatannya Patrilineal terdapat adat-istiadat bahwa apabila suami
meninggal, maka keturunannya berada di bawah kekuasaan keluarga almarhum.
Dengan terjadinya proses individualisasi terutama orang-orang Batak yang pergi
merantau, kemudian terjadi penyimpangan yaitu bahwa anak-anak tetap tinggal
dengan ibunya, walaupun hubungan antara si ibu dengan keluarga almarhum
suaminya telah putus.
No comments:
Post a Comment