Dalam proses pembentukan karakter diawali dengan
kondisi pribadi ayah-ibu sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan.
Keteladanan dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak lebih mudah meniru
perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan ibu ayahnya. Mereka belajar
melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di sekitarnya. Nilai yang diajarkan
melalui kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan. Dalam upaya
pembelajaran berkarakter ada beberapa hal yang perlu dilakukan :
6.1. Ketaatan
Taat adalah dengan segera dan senang hati melakukan perintah dari
orang-orang yang bertanggung jawab.
6.2. Disiplin
Anak harus diperkenalkan dengan batasan-batasan, batasan sesuai yang
Tuhan mau, anak juga harus tahu mana batas-batasannya. Ajak anak untuk membuat
batasan-batasan tersebut, supaya anak mengetahui perilaku takut Tuhan. Ibu-ayah
juga harus terlibat penuh dalam membangun karakter takut Tuhan sejak dini.
Ibu-Ayah terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak.
6.3. Teladan Yang baik
Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan
menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak. Menghadapi anak dengan
penuh penghargaan, cinta dan pengertian.
6.4. Rajin Beribadah
Sekolah Minggu merupakan salah
satu tugas gereja yang membantu orang tua dalam pertumbuhan rohani anak. Disana anak-anak akan dididik untuk
mengenal kuasa dan kasih Allah, oleh karena itu orang tua perlu membawa
anak-anaknya untuk ikut serta ambil bagian menjadi murid-murid sekolah minggu.
a. Nilai Moral
Pokok pikiran mengenai pendidikan nilai dan moral
dengan judul Eleven Principle of
Effective Character Education” dari Character
Education Partnership (2007)” yang dirumuskan oleh Tom Lickona, Eric Lewis
dan Catharine Lewis, sebagai berikut :
1.
Nilai-nilai dasar kehidupan seperti kepedulian, kejujuran,
keadilan, tanggungjawab, dan rasa hormat kepada orang lain, sangat penting
untuk diajarkan, nilai-nilai pendukungnya adalah kerajinan, etika yang kuat,
dan kesetiaan. Jika komunitas seperti sekolah hendak mengelola pendidikan
karakter, harus jelas nilai-nilai inti yang diajarkan, diberlakukan dan
diteladankan.
2.
Pengembangan nilai melibatkan pemikiran, perasaan, dan
tingkah laku anak. Pendidikan karakter seharusnya tidak terbatas kepada
kegiatan diskusi atau percakapan, tetapi juga kehadiran teladan moral serta
kegiatan-kegiatan terkait dengan praktik moral yang baik. Pertumbuhan karakter
atas nilai-nilai dasar terbentuk pada diri peserta didik dalam komunitas tempat
relasi dan interaksi yang saling memperkaya terbentuk dan terjalin. Komunitas
itu menjadi arena mereka berlatih mempraktikkan nilai-nilai yang dipahami dan
dianut.
3.
Diperlukan pendekatan proaktif dan kompehensif dalam
pendidikan nilai. Pendidikan karakter sepatutnya tidak hanya berlangsung
melalui kurikulum akademis yang tertulis dan kegiatan ekstrakurikuler, tetapi
juga melalui kurikulum terselubung
seperti kegiatan-kegiatan di sekolah, teladan hidup guru, relasi guru dengan
murid, relasi diantara anak didik, kehidupan staf administrasi, proses
pembelajaran, dan cara peserta didik dinilai. Harus ada kesungguhan semua pihak
dalam mewujudkan pendidikan watak dan nilai yang berhasil.
4.
Perlunya komunitas atau kelompok yang saling peduli dan
mendukung pengembangan nilai. Komunitas sekolah atau gereja merupakan
masyarakat kecil dalam struktur masyarakat secara luas. Kehidupan dalam
masyarakat kecil tersebut harus bertumbuh sedemikian rupa untuk saling peduli
dan memelihara, agar memberi bekal, motivasi, dan kekuatan untuk hidup dengan
watak sehat di tengah masyarakat yang lebih luas.
5.
Perlunya pemberian kesempatan untuk mewujudkan
pertumbuhan nilai moral yang dikehendaki. Pembentukan watak tidak terjadi
secara efektif hanya melalui upaya mempertajam nalar. Dibutuhkan kesempatan
berlatih dan mempraktikkan nilai-nilai yang dipelajari. Komunitas sekolah harus
memfasilitasi kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan karakter yang dipelajari anak
didik. Jika ada masalah sosial di lingkungan misalnya, anak didik dapat
dilibatkan menghadapi atau mengatasinya.
6.
Kurikulum pengembangan nilai dan moral harus
menghormati semua pihak yang terlibat. Latar belakang, kemampuan, dan gaya
belajar peserta didik harus mendapat perhatian. Kurikulum pendidikan karakter
harus menjawab kebutuhan, mendorong kerjasama mengerjakan projek tertentu, dan
memampukan peserta untuk menyelesaikan masalah. Guru yang mengajar beragam
keilmuan pun dapat mengetengahkan nilai-nilai moral dengan meneladankan
kurositas, sikap kritis, kerajinan dan kedisiplinan. Guru juga dapat membimbing
peserta didik memahami nilai atau manfaat dari yang dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, jika guru mengajarkan Fisika, ia dapat menuntun murid
mengerti makna yang dipelajari itu untuk menghadapi kehidupan nyata. Keramahan
terhadap murid dan kedisiplinan guru dalam hal waktu, menjadi masukan nilai dan
moral yang sangat berharga.
7.
Perlunya membangkitkan motivasi intrinsik (dari dalam).
Pembangunan karakter yang efektif terjadi jika muncul kesadaran dalam diri
peserta didik tentang nilai-nilai moral yang hendak diwujudkannya, yaitu jika
mereka mampu melihat perbuatan baik dari sudut kepentingan orang lain,
sekalipun tanpa pujian dari orang di sekitarnya. Komunitas sekolah seharusnya
meneguhkan atau mengapresiasi kehidupan peserta didik yang menyatakan kemajuan
karakter. Sekolah juga harus membantu peserta didik belajar cara ia dapat
berperilaku sesuai dengan nlai dan karakter yang baik, bukan hanya memberi
hukuman atau sanksi jika mengalami kegagalan.
8.
Keterlibatan staf Pembina dan pengajar dalam membentuk
komunitas yang bertanggung jawab dan berkomitmen bagi pengembangan karakter
sangat diperlukan. Staf non edukatif (administratif) di sekolah harus
menjadikan dirinya teladan moral yang dilihat oleh peserta didik, agar mereka
mempunyai tiruan. Kedua, orang-orang dewasa lainnya (para guru) dalam komunitas
sekolah itu juga harus bekerja sama untuk mendemontrasikan karakter yang sehat.
Ketiga, kegiatan refleksi bersama semua pihak dalam komunitas sekolah sangat
dibutuhkan untuk mengevaluasi sejauh mana pembentukan karakter telah
berlangsung. Jika diinginkan, cukup banyak pertanyaan yang dapat mereka
diskusikan.
9.
Bangunlah kepemimpinan yang menunjukkan teladan moral
dan mendukung pendidikan karakter dalam komunitas. Panitia atau kelompok kecil
yang terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan pendidikan karakter ini
sebaiknya terdiri dari guru, pimpinan sekolah dan yayasan, anggotanya
bergantian. Dengan demikian para pemimpin sekolah menyadari dan ikut
bertanggung jawab dalam pendidikan karakter anak didik.
10. Kerjasama
orang tua sekolah, dan gereja sangat dibutuhkan. Dukungan keluarga sangat
menunjang keberhasilan pendidikan karakter di sekolah. Komunikasi sekolah
dengan pihak keluarga dapat dikembangkan dengan berbagai cara kreatif. Selain
itu, orang tua murid dapat dilibatkan menjadi tim pengembangan karakter di
sekolah. Keluarga-keluarga yang tampak pasif pun bisa dimotivasi.
11. Lakukan
evaluasi berkala untuk mengetahui sejauh mana komunitas sekolah sudah
mewujudkan karakter yang sehat, sejauh mana staf guru dan administrasi telah
berperan sebagai Pembina moral, serta sejauh mana peserta didik sudah
merefleksikan karakter yang baik. Penilaian guru selama ini tidak boleh hanya
terbatas pada kompetensi professional, tetapi juga kompetensi kepribadian
tempat aspek spiritualitas dan akhlak inklusif.
No comments:
Post a Comment