Thursday, December 26, 2019

Pendekatan Bermain/ Game Approach



a.       Pengertian
Konsep pendekatan bermain kadang disebut Play Practise atau Minor  Games dan telah ada sejak 15 atau 20 tahun seperti dijelaskan Jack Halbert  dalam Mark Allemand dan American Sport Education Program (2004: 1) bahwa : “The games approach, sometimes called "play practice" or "minor games," has been around for 15 or 20 years”.
Konsep pendekatan permainan yang populer adalah pendekatan TGfU dan persamaannya dikemukakan  Webb (2002) yaitu:
 There are other terms and variations of Bunker and Thorpe's (1982) Teaching Games for Understanding. Some of these include: Game Sense' (ASC, 1999), Play Practice (Launder, 2001), the Games Concept Approach (Wright, Fry, McNeill, Tan, Tan & Schemp, 2001, cited in Light, 2003) and more recently, Playing for Life.
Istilah lain dan variasi dari Bunker dan Thorpe (1982) pengajaran permainan untuk pemahaman.  Beberapa di antaranya adalah: Game Approach (ASC, 1999),  Play  Practise (Launders, 2001), Konsep Pendekatan Bermain (Wright, Fry, McNeill, Tan, Tan & Schemp, 2001, dikutip dalam Light, 2003) dan baru-baru, ini bermain untuk kehidupan. (tersedia pada laman http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi).
Istilah lainnya, modifikasi TGfU adalah Concept-Based Games diungkapkan  Mandigo, et.al (2007: 20) yaitu  Another modification of the original TGfU model was Concept-Based Games, adopted by the Ministry of Education in Singapore as the curriculum of choice for all physical education programs.”
Dari  konsep di atas, pendekatan permainan dan pendekatan yang lainnya  merupakan variasi atau istilah yang sama yaitu suatu model permainan yang dimodifikasi seperti penjelasan Harvey dan Hans  (2010: 3) yaitu :
  Play practice, first conceptualized by Alan Launder (2001), is similar to TGFU in that one of the original ideas was to give beginning players the opportunity to enjoy sport and games by playing appropriately modified versions of the game, while helping them develop sufficient levels of skillfulness to continue playing the game or sport in the future. As Werner, Thorpe, and Bunker (1996) noted about TGFU, The primary purpose of teaching any game should be to improve students' game performances and to improve their enjoyment and participation in games, which might lead to a healthier lifestyle.
Praktek bermain
2.     pertama kali dikonseptualisasikan oleh Alan Launder (2001), mirip dengan TGfU karena salah satu ide awal adalah untuk memberi kesempatan  bagi siswa untuk menikmati olahraga dan permainan dengan permainan yang sesuai atau dimodifikasi, sambil membantu mereka mengembangkan tingkat kemahiran yang cukup untuk terus bermain dalam permainan atau olahraga di masa depan.  Sebagaimana Werner, Thorpe, dan Bunker (1996) dalam Tinning (2010) mencatat tentang TGfU, tujuan utama pengajaran permainan apapun harus bertujuan meningkatkan performa  permainan siswa dan meningkatkan kesenangan dan partisipasi mereka dalam permainan, yang mungkin menyebabkan gaya hidup sehat.
Dari banyaknya istilah yang digunakan, tetapi tidak mengurangi hakekat dari pendekatan ini yaitu mengadaptasi dan memodifikasi permainan agar sesuai dengan perkembangan peserta didik, hal ini diungkapkan Paul Webb,  et al.  (2002: 1) “Modifying and adapting games is an important part of using this approach.”
Kenyataan bahwa bermain (games) dapat membantu mengembangkan keterampilan psikomotor anak pertama kali dinyatakan oleh Maulden & Redfern (1969) dalam Kirk (2006: 627).  Lebih jauh, Maulden & Redfern mempertahankan inklusi bermain pada kurikulum pendidikan primer jika dan hanya jika bermain dapat menyediakan kesempatan belajar bagi seluruh siswa.
b.      Penekanan pendekatan bermain bagi anak
Berdasarkan pada persfektif perkembangan dan pendekatan gerak (Laban, 1963 dalam Kirk, 2006) Maulden dan Redfern menekankan aspek-aspek jasmani dalam permainan sama kedudukannya dengan komponen-komponen sosial, moral, dan intelektual.
Sebagai tambahan, Maulden dan Redfern mengusulkan bahwa:
1.      Tingkat perkembangan dalam bermain menuju pada perkembangan penguasaan keterampilan
2.      Penggunaan pendekatan pemecahan masalah melalui situasi seperti bermain sebenarnya (game like situation) menciptakan situasi yang mengutamakan taktik
3.      Mengelompokkan perbedaan tingkat keterampilan  pada konstruksi yang umum (misalnya: mengumpan, meraih ball possesion, dan menguasai objek)
4.      Kategori bermain (net, memukul, dan berlari), sama seperti menunjukkan kesamaan permainan, dan analisis permainan
5.      Intervensi permainan, yang berarti memberikan siswa pilihan dan apresiasi terhadap nilai-nilai aturan pertandingan.
c.  Kelebihan pendekatan bermain
Hasil penelitian antara model pendekatan taktis dan pendekatan teknis  yang dilakukan Alison & Thorpe, (1997),  Rink, (1996), Turner & Martinek, (1992) dalam Hopper (2002: 2) yaitu :
Several research studies compared the effectiveness of the skill and tactical approaches (Alison & Thorpe, 1997; Rink, 1996b; Turner & Martinek, 1992), and an entire issue of the Journal of Teaching in Physical Education was devoted to research on the subject (Rink, 1996a). Though the results of these studies were inconclusive, it was noted that children in a tactical approach model reported increased enjoyment when learning.
Hasil studi mencatat bahwa, anak-anak dalam model pendekatan taktis disimpulkan mengalami peningkatan signifikan dalam kesenangan ketika belajar.
Tujuan primer dalam mengajar permainan apapun harus dapat meningkatkan kinerja bermain dan kesenangan serta  partisipasi  yang mungkin menyebabkan gaya hidup yang lebih sehat.  Penjelasan ini diungkapkan  Werner et al. (1996) dalam Tinning ( 2010: 61) yaitu : ‘The primary purpose of teaching any game should be to improve students' game performance and to improve their enjoyment and participation in games, which might lead to a more healthy lifestyle" (p. 30).’
Terciptanya kegembiraan atau kesenangan dalam proses pembelajaran merupakan  investasi yang sangat berharga karena kegembiraan adalah  motivator yang paling penting untuk keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran Penjas, hal ini dijelaskan Wankel & Kreisel (1985), Scanlan et.al. (1993),  dalam Unierzyski, P and   Crespo, M (2007: 2) yaitu : ‘Having fun is the most important motivator for children’s involvement in sport.’ Pendapat ahli lainnya bahwa siswa lebih termotivasi  dan tertarik pada pelajaran permainan yang menekankan games /permainan.
Pendekatan taktis merupakan pendekatan pembelajaran permainan yang sesuai dengan tingkat perkembangan jasmani, sosial, dan mental para siswa, hal  ini dijelaskan Hopper (2002: 2) yaitu In this approach, students are taught to appreciate the advanced from of the game by participating in a  modified game that is appropriate for their physical, social, and mental development.”
Dalam pendekatan ini, siswa diajarkan untuk mengapresiasi lanjutan dari permainan dengan berpartisipasi dalam permainan modifikasi yang sesuai untuk perkembangan jasmani, sosial, dan mental.
Prinsip pembelajaran berpusat pada siswa juga berlandaskan pada kenyataan bahwa siswa sebagai individu di samping mempunyai sifat yang universal, terdapat juga perbedaan yang berarti dan perbedaan itu harus dihargai.


d.  Kelemahan pendekatan bermain
Setiap kelemahan dari pendekatan bermain dijelaskan Ring, Franch, Graham (1996) dalam Metzler (2000: 347) yaitu : 
Surmised that the tactical approach was no more effective than a skill-based approach in promoting student achievement, decision making, or positive affect. They cautioned that the tactical model might tend to develop tactics too far ahead of skill, so that students understand what to do but are no more able to execute the needed skills in game play than students who learn skills first, then tactics.
Diduga bahwa pendekatan taktis adalah tidak lebih efektif dari pendekatan berbasis keterampilan dalam mempromosikan prestasi siswa, pemecahan masalah, atau efek positif lainnya. Mereka memperingatkan bahwa model taktis mungkin cenderung untuk mengembangkan taktik terlalu jauh di depan keterampilan, sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan tetapi tidak mampu menjalankan keterampilan yang dibutuhkan dalam bermain game, dibandingkan siswa yang belajar keterampilan terlebih dulu kemudian belajar taktik.
Akan tetapi, tujuan utama pembelajaran penjas di sekolah dasar adalah menyediakan kesempatan belajar bagi seluruh siswa dan mengutamakan pengenalan serta penguasaan gerak dasar dibandingkan dengan penguasaan keterampilan dalam olahraga atau permainan.
e.  Konsep pendekatan bermain
Konsep pendekatan bermain menekankan penggunaan permainan dan minigames untuk mengarahkan  siswa pada situasi permainan yang sebenarnya (Ma’mun, 2013).  Pendekatan ini membutuhkan perhatian  lebih, dan bukan hanya sekedar menempatkan para siswa di lapangan, melemparkan, memukul, dan menendang bola, serta membiarkan mereka bermain begitu saja. Penerapan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan pendekatan permainan yaitu:
a.       Shaping (pembentukan)
b.      Focus (memusatkan perhatian)
c.       Enhancing (meningkatkan)
     Membentuk permainan  memungkinkan untuk mengubah permainan dengan cara yang kondusif untuk belajar keterampilan siswa,  pembentukan permainan dengan cara memodifikasi bentuk peraturan, lingkungan (area bermain), tujuan dari permainan, dan jumlah pemain.  Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi siswa jangan sampai permainan didominasi oleh siswa yang mempunyai keterampilan lebih tinggi atau lebih kuat tetapi setiap  siswa memiliki kesempatan untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan yang dibutuhkan.  Diperlukan perhatian yang serius pada tujuan spesifik dari permainan.  Peran  guru yang aktif diperlukan sepanjang permainan, meningkatkan aspek bermain dengan menghentikan permainan pada saat mendidik dan  menginstruksikan  para siswa tentang bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam pengambilan keputusan atau teknis.
f.  Tujuan bermain dalam pendidikan jasmani
Tujuan dalam pendidikan jasmani di sekolah harus konsisten dengan filosofi atau tujuan-tujuan pendidikan itu sendiri. Yudiana, dkk (2008: 9) mengungkapakan beberapa tujuan bermain dalam pendidikan jasmani diantaranya:
1)   Menyediakan pengalaman gerak yang menyenangkan
2)   Menyediakan rasa aman secara psikologi dan sosial anak
3)   Menyediakan partisipasi aktif anak untuk berinteraksi dengan teman
4)   Memberikan anak kesempatan untuk tumbuh secara fisik, emosional, spiritual, melalui partisipasi dalam aktivitas bermain.
Tujuan akhir dari aktivitas bermain adalah menjadikan anak sebagai orang yang lebih efektif dan berperan aktif dalam lingkungan sosial.  Mereka dapat menyadari tujuan tersebut melalui partisipasi dalam aktivitas bermain.
Sedangkan menurut Werner et al. (1996) dalam Tinning (2010: 61) menjelaskan tujuan utama mengajarkan permainan yaitu : “The primary purpose of teaching any game should be to improve students' game performance and to improve their enjoyment and participation in games, which might lead to a more healthy lifestyle".
Tujuan utama dalam mengajarkan permainan apapun pada siswa harus bisa meningkatkan penampilan bermain dan kesenangan siswa serta  partisipasi  yang mungkin menyebabkan gaya hidup yang lebih sehat.

g.  Teori Bermain
Banyak teori dikembangkan untuk menerangkan tentang bermain. Beberapa ahli sosiologis telah mengembangkan konsep-konsep mengapa manusia bermain.  Hal ini dijelaskan Ateng (1992) dalam Yudiana (2008: 3)  yaitu :
1.    Teori energi berlebihan atau teori Spencer-Shiller, beliau adalah filosof Jerman tahun 1759-1805 menyatakan   bahwa  manusia   memiliki   berbagai   potensi   yang  tidak   dapat diaktifkan sekaligus.    Akibatnya adalah tenaga yang berlebihan tidak dapat dimanfaatkan.   Pusat syaraf yang sehat dan aktif selama itu mengakumulasikan energi terus-menerus semakin banyak hingga suatu saat memerlukan katup penyalur  untuk  meredam  tekanan.     Sehingga alternatif bermain  merupakan medium pengamanannya.
2.    Teori rekreasi (Guts Muths), beliau terkenal sebagai bapak penjas Jerman yang menyatakan bahwa gagasan dari tubuh manusia memerlukan beberapa bentuk bermain sebagai alat revitalisasi.  Bermain adalah media untuk menyegarkan tubuh setelah berjam-jam bekerja. Bermain membantu pemulihan dari kelelahan energi dan merupakan pereda dari ketegangan syaraf, kelelahan mental, dan kegelisahan.
3.    Teori relaksasi, menyatakan bahwa cara bekerja pada jaman sekarang lebih cenderung banyak menggunakan aktivitas pada otot-otot halus dari mata dan tangan   yang   sangat   padat   dan   berat,   sehingga   menjemukan   dan   sangat melelahkan.   Jenis pekerjaan seperti ini dapat merusak syaraf apabila organisme tidak memiliki cara untuk relaksasi, yang pada akhirnya bermain merupakan  mediumnnya. Bermain akan membantu untuk mengalihkan sementara dari kejenuhan suasana pekerjaan rutin sehari-hari, dengan maksud untuk memulihkan kembali, agar siap untuk bekerja kembali.
4.         Teori warisan atau rekapitulasi  (Stanley Hall), menyatakan bahwa masa lampau adalah kunci dari bermain.   Bermain diturunkan dari generasi ke generasi sejak zaman dahulu kala.   Bermain dan permainan adalah bagian dari warisan setiap individu. Masyarakat mengulang aktivitas fundamental dari permainan yang dilakukan oleh manusia zaman lampau.   Aktivitas seperti melempar, memukul, melompat, memanjat, berlari, dan mengelak merupakan bagian dari hidup sehari- hari     dari    generasi     ke    generasi. 
5.         Teori naluri atau Groos, menyatakan bahwa manusia mempunyai tendensi naluri untuk aktif pada berbagai tingkat dalam hidupnya.    Seorang anak bernapas, tertawa, menangis, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, dan melempar pada berbagai periode dari perkembangannya. Kesemuannya adalah naluri dan timbul alami selama perjalanan perkembangannya. Untuk itu bermain adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah sebagai masalah pertumbuhan dan perkembangan. Hal itu bukan sesuatu yang dirancang atau dilakukan dengan sengaja untuk mengisi waktu.

6.         Teori kontak-sosial, menyatakan bahwa manusia dilahirkan kedua orang tuannya. Orang tua adalah anggota dari kelompok,  budaya dan masyarakat tertentu. Sehubungan dengan  itu manusia sebagian  besar aktivitasnya didorong  oleh lingkungannya.  Seseorang akan melakukan permainan yang biasa dilakukan oleh kelompoknya.    Di Indonesia permainan seperti sepak bola, bola voli, bola basket atau bulutangkis.  Di Amerika populer permainan rugby, bola basket, dan base ball.  Di Inggris sepakbola dan cricket, di Brasil sepak bola dan dapat saja berbeda di setiap negara lainnya sesuai dengan budaya masing-masing.
7.         Teori pernyataan-diri, menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang aktif, yang memiliki struktur anatomis dan fisiologis yang terbatas untuk melakukan aktivitasnya.  Tingkat kebugaran jasmaninya setiap saat mempengaruhi jenis aktivitas yang dilakukannya, dan yang kecenderungan psikologisnya sebagai akibat dari kebutuhan  fisiologis  dan hasil  belajar, kebiasaan atau sikapnya, mendorongnya pada jenis aktivitas bermain tertentu.

No comments:

Post a Comment

About

About

loading...

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, k...

Search This Blog

Translate