Thursday, December 26, 2019

Pendekatan pendidikan gerak (Movement Education)


    Pendekatan pendidikan gerak (Movement Education)
a.       Pengertian
Menurut Gallahue (1989: 21), dikatakannya bahwa :
  Movement Education is the lifelong process of change in movement behavior brought about by the environmental factors of opportunities for practice, encouragement, and instruction (e.g, change in striking abilities over time). 

Terminologi pendidikan gerak adalah proses perubahan sepanjang hidup dalam perilaku gerak yang diakibatkan faktor-faktor lingkungan dari kesempatan berlatih, keberanian, dan instruksi (misalnya, perubahan kemampuan memukul bola dari waktu ke waktu).
Sedangkan pendekatan    yang   disebut   movement  education    dalam Suherman (2009: 7), yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada penguasaan keterampilan gerak.  Tujuan dari pendekatan ini terutama adalah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas gerak secara terampil, efisien, efektif pada situasi yang terencana maupun yang tidak terencana; meningkatkan pengertian, dan kesenangan terhadap gerak baik sebagai pelaku maupun sebagai penonton; meningkatkan pengetahuan dan menerapkan pengetahuan tentang gerak manusia.
Pendidikan gerak adalah tentang mengembangkan potensi penuh setiap anak dan menyediakan keberhasilan, kesenangan, dan aktivitas dalam gerak.  Pernyataan ini merupakan definisi pendidikan gerak menurut Abels dan Bridges (2010: 227) sebagaimana mereka kemukakan bahwa : “movement education is about developing the full potential of each child and providing success, enjoyment, and activity in movement”. 
b.  Keuntungan atau kelebihan pendekatan pendidikan gerak
Pendidikan gerak atau movement education, menekankan kurikulumnya pada penguasaan konsep gerak. Di Amerika Serikat, program pendidikan gerak mulai berkembang sejak tahun 1960-an, yang pelaksanaannya didasarkan pada karya Rudolph Laban. Kerangka kerja program Laban ini meliputi konsep kesadaran tubuh (apa yang dilakukan tubuh), konsep usaha (bagaimana tubuh bergerak), konsep ruang (di mana tubuh bergerak), dan konsep keterhubungan (hubungan apa yang terjadi). Masing-masing konsep tersebut, merupakan panduan untuk dimanfaatkan manakala anak harus bergerak, sehingga gerakan anak bermakna dalam keseluruhan konsep tersebut.
Dari setiap aspek gerak di atas, tujuan dan kegiatan belajar dirancang dengan memanfaatkan pendekatan gaya mengajar pemecahan masalah, penemuan terbimbing, dan eksploratori Logsdon (1984: 98). Menurutnya, dalam model pendidikan gerak ini, siswa akan didorong untuk mampu menganalisis tahapan gerakan ketika menggiring bola basket (misalnya) dan menemukan posisi yang tepat ketika berada dalam permainan. Steinhardt (1992: 29), mengutip Nichols, telah mengusulkan suatu kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang mengajarkan pada siswa hubungan antara gerak yang dipelajari dengan berbagai kegiatan pendidikan jasmani (tersedia pada laman: danang39.blogspot.com/model pembelajaran)[30 Juni 2014].
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan gerak, keseluruhan konsep itu dimanfaatkan dan dielaborasi, serta menjadi wahana bagi anak untuk mengeksplorasi kemampuan geraknya. Termasuk, jika kedalam kurikulum tersebut dimasukkan beberapa orientasi kecabangan olahraga seperti senam atau permainan, bahkan dansa sekalipun.
Keuntungan lainnya dari pendekatan pendidikan gerak menurut Abels & Bridges (2010: 45) yaitu berkontribusi pada pendidikan menyeluruh dari anak: secara fisik, afektif, dan kognitif.  Bersama dengan keuntungan kognitif dan motorik, pendekatan pendidikan gerak meningkatkan domain afektif dengan mendorong siswa membangun hubungan kerjasama dengan teman dan kelompok-kelompok kecil.  Siswa juga memperoleh pemahaman cara kerja dan aplikasi dalam kerjasama dan kolaburasi serta kompetisi.
  The movement education approach contributes to the total education of the child: physically, affectively, and cognitively. Along with the cognitive and motor advantage, the movement education approach enhances the affective domain as well by encouraging learners to build working relationships with partners and small groups. Learners also acquire working and applied definitions of cooperation and collaboration, as well as competition.

Lebih lanjut, Gallahue (1989: 23) menjelaskan bahwa perkembangan  khusus konsep gerak yang dinamakan usaha (bagaimana tubuh bergerak), ruang (dimana tubuh bergerak), dan keterhubungan (hubungan apa yang terjadi) atau disebut sebagai  effort, space, and relationship adalah fokus utama dari beberapa program pendidikan gerak.  Fokus utama dari pengembangan kurikulum adalah terhadap gerak dasar dan keterampilan olahraga melalui implementasi tema keterampilan.
Konsep gerak disamakan dengan kata sifat (dengan kata lain, menggambarkan bagaimana aksi ditampilkan).  Mereka juga dibagi ke dalam tiga kategori: kesadaran ruang, usaha, dan keterhubungan sebagaimana dikemukakan Graham (2007) bahwa : “Movement concepts are analogous to adverbs (i.e., they describe how an action is performed). They are also subdivided into three categories: space awareness, effort, and relationships.”
c. Kelemahan dalam pendekatan pendidikan gerak
Setiap pendekatan dalam kurikulum pendidikan jasmani memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dikarenakan tujuan, filosofi, dan penekanan pada konten yang berbeda-beda.  Jewett dan Bain (1985: 87) menyatakan bahwa model pendidikan gerak telah dikritik dalam hal tidak ditemukannya klaim tentang “transfer belajar” dan juga mengakibatkan menurunnya waktu aktif bergerak yang disebabkan oleh penekanan berlebihan pada pengajaran konsep gerak.  Kritik lain telah mengajukan lemahnya bukti empiris untuk mendukung praktek penggunaan gaya pengajaran penemuan untuk mengajarkan keterampilan berolahraga (Dauer dan Pangrazi (1992),
 d. Kompetensi Gerak
Dalam kurikulum Physical Education Standards Of Learning For Virginia Public School (2008) terdapat pengertian kompetensi gerak yaitu sebagai berikut:
 Movement competence is defined as the development of sufficient skill and ability to assure successful performance in a variety of physical activities. In the elementary years, students develop maturity and adaptability in the use of fundamental motor skills and patterns that are then further refined and combined during the middle school years. As motor patterns become more refined and proficient throughout the middle years, they can be transitioned into specialized skills and patterns and used in more complex learning settings. High school students will demonstrate a level of competence in several physical activities that they are likely to continue beyond graduation.

Kompetensi gerak didefinisikan sebagai perkembangan keterampilan yang cakap dan kemampuan untuk menjamin performa yang sukses dalam berbagai aktivitas jasmani.  Pada usia sekolah dasar, siswa mengembangkan kedewasaan dan adaptasi dalam menggunakan keterampilan gerak dasar dan pola-pola gerak yang selanjutnya akan diperhalus dan dikombinasikan selama sekolah menengah pertama.  Ketika pola-pola gerak menjadi lebih halus dan cakap pada tingkat sekolah menengah, mereka akan berubah menjadi keterampilan dan pola-pola yang khusus yang digunakan dalam pengaturan belajar gerak lebih kompleks.  Siswa sekolah menengah atas akan menampilkan tingkat kompetensi dalam beberapa jenis aktivitas fisik yang sepertinya akan berlanjut setelah mereka lulus sekolah.




d. Keutamaan penguasaan keterampilan gerak sejak dini.
Usia sekolah dasar adalah pondasi awal bagi pembentukan dan perkembangan kebugaran, keterampilan, sikap, serta pengetahuan anak, Graham (2007: 109), menyatakan bahwa :
  Physical fitness, movement skills, concept and affective development should be emphasized throughout the curriculum.  The greatest emphasis during the preschool and early elementary grades should be upon movement skill aquisition.   
Dapat kita artikan bahwa kebugaran jasmani, keterampilan gerak, konsep dan perkembangan afektif harus ditekankan melalui kurikulum.  Penekanan terbesar selama masa prasekolah dan tingkat awal sekolah dasar harus pada penguasaaan keterampilan gerak.  Pernyataan ini menjelaskan pada kita bagaimana keterampilan gerak dasar menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan dan penting diajarkan sejak dini kepada anak didik kita.
  Essentially, the notion is that these elements (fundamental motor skills) are learned in early life through the various activities performed (such as jumping, throwing, striking, and the like), and then when a new act is to be learned in later life, the student can piece together these elements in a more efficient way to achieve the new motor goal. The assumption is that by jumping over objects of various sizes, shapes, heights, et cetera, the student will have more effective “elements” for the performance of the next jumping tasks (e.g., the running, long jump in high school). (Schmidt dalam Graham, 2007).

Dalam pernyataan tersebut dijelaskan bahwa keterampilan gerak dasar mulai dipelajari pada awal hidup melalui beragam aktivitas (seperti melompat, melempar, memukul, dan sejenisnya), dan ketika gerak yang baru harus dipelajari pada kehidupan berikutnya, siswa dapat menyatukan elemen gerak dasar tersebut ke dalam gerakan yang lebih efisien untuk mencapai tujuan gerak yang baru.  Dapat disimpulkan bahwa, jika keterampilan gerak dasar telah dikuasai sejak dini, maka penguasaan gerak yang baru akan lebih mudah dicapai karena penggabungan gerak dasar yang diperlukan dalam keterampilan baru tersebut akan lebih efisien.
Lebih jauh, Seefeldt dkk dalam Graham (2007: 29) dikemukakannya bahwa :
 Fundamental activities such as running, jumping, skipping, sliding, catching, kicking, and striking are the basic components of the games, sports, and dances of our society. Children who possess inadequate motor skills are often relegated to a life of exclusion from the organized and free play experiences of their peers, and subsequently, to a lifetime of inactivity because of their frustrations in early movement behavior.
Aktivitas-aktivitas dasar seperti lari, lompat, skipping, sliding, menangkap, melempar, menendang, dan memukul bola adalah komponen dasar dari permainan, olahraga, dan tari yang ada di  masyarakat.  Anak-anak yang menguasai keterampilan motorik yang rendah sering berhubungan dengan keluarnya mereka dari pengalaman bermain yang terencana maupun bebas diantara teman sebayanya, dan setelah itu, terhadap lifetime inactivity karena mereka frustasi pada awal tingkah laku gerak mereka.   Pernyataan ini secara tidak langsung menghubungkan dua variabel terikat pada penelitian ini yaitu bahwa keterampilan gerak dasar berhubungan dengan gaya hidup aktif, yang berarti bahwa individu yang kurang terampil dalam penguasaan gerak akan memicu mereka untuk menghindari aktivitas jasmani dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya physical inactivity yang merupakan salah satu indikator utama rendahnya gaya hidup aktif (active lifestyle).

No comments:

Post a Comment

About

About

loading...

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, k...

Search This Blog

Translate