Suherman (2004: 23)
mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui
aktifitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan
aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi.
Kemampuan motorik atau
kompetensi gerak merupakan syarat utama dalam partisipasi gerak seseorang dalam
beragam aktivitas fisik seperti permainan dan olahraga. Hal ini dikarenakan, seseorang yang memiliki
keterampilan gerak yang rendah dikhawatirkan berhubungan dengan menjauhnya
mereka dari aktivitas fisik karena
mereka merasa tidak percaya diri, frustasi, dan akhirnya menghindar dari beragam
aktivitas fisik (Seefeldt dalam Graham, 2007).
Menurut teori sosial kognitif
Bandura dikatakan bahwa, belajar adalah aktivitas pengolahan informasi yang
luas dimana informasi tentang struktur perilaku dan kejadian-kejadian dalam
lingkungan ditransformasikan kedalam representasi simbolik yang menuntun aksi
(Schunk 2012: 122).
Tingkat aktivitas jasmani dan gaya
hidup aktif dapat merupakan perilaku yang dihasilkan dari hubungan timbal balik antara lingkungan, faktor
individu, dan atribut yang menyertai perilaku tersebut. Ditambahkan Lee, Landin, dan Carter (1992)
dalam Auwelee et al. (1999: 75)
bahwa: “Social-cognitive research about
mativation and learning has clearly shown that pupils thinking or cognitions,
in turn, influence their affect, motivational behaviour, and skill acquisition
in physical education”. Penelitian
tentang motivasi dan belajar telah jelas menunjukkan bahwa pemikiran siswa atau
kognitif mereka, pada gilirannya, mempengaruhi afektif mereka, perilaku
motivasional, dan penguasaan keterampilan dalam pendidikan jasmani.
Lebih jauh
dinyatakan bahwa perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas
jenis kerja atau perubahan sikap, minat, atau nilai (Gagne, 1984 dalam Schunk,
2012: 48).
No comments:
Post a Comment