Sebagaimana
pendapat Ennis (2010: 1) yaitu: “Students’
perceptions of their skillfulness and fitness knowledge directly influence
their decisions to be physically active”. Lebih jauh Ennis mengatakan bahwa: “Students will appreciate physical activity
if they understand its usefulness, acquire the necessary skills and knowledge
and enjoy their lessons”. Dapat
diartikan bahwa, siswa akan menghargai aktivitas jasmani bila mereka memahami
manfaatnya, memperoleh keterampilan-keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan, dan menikmati pembelajaran pendidikan jasmani yang mereka ikuti.
Kepercayaan diri dan persepsi positif
ini akan berlaku sepanjang hidup sehingga akan menjadi dasar bagi siswa untuk
terus berperilaku aktif sepanjang hayat. “The
more successful and broader a child’s movement competency, the more likely that
child is to continue to participate in movement opportunities throughout the
life span” (Abels and Bridges, 2010: 38).
Dapat kita pahami bahwa semakin berhasil
dan luas kompetensi gerak anak-anak, maka sepertinya mereka akan semakin cenderung
melanjutkan partisipasi gerak mereka sepanjang hidupnya (active lifestyle).
Kemudian, beberapa penelitian terdahulu dalam penjas yang berkaitan dengan pendekatan bermain menemukan
bahwa pendekatan ini dapat memberikan pengaruh-pengaruh yang positif seperti meningkatkan
self
esteem, kemampuan berpikir
kritis, pemahaman taktis, pembentukan karakter, peningkatan
proses belajar siswa, penambahan nilai pengalaman, serta memberikan kesenangan dan motivasi lebih
untuk berpartisipasi.
Mosston & Ashworth,
(1994) dalam Metzler (2000: 12) menjelaskan
mengenai bentuk pendekatan bermain bahwa:
“Conceptualized a unified series
of teaching styles that progressed from strongly teacher-centered (formal and
direct) to strongly student-centered
(informal and indirect)”. Dapat
dipahami bahwa, pendekatan bermain merupakan serangkaian konsep gaya
mengajar yang berubah dan berkembang dari
berpusat pada guru (formal dan langsung) menjadi berpusat pada siswa (informal
dan tidak langsung).
Pendekatan
bermain merupakan pembelajaran
permainan yang mengadaptasi dan dimodifikasi agar sesuai dengan perkembangan siswa, hal ini diungkapkan Paul
Webb et al. (2002: 1) : “Modifying and adapting games is an
important part of using this approach.”
Manfaat
pembelajaran yang dimodifikasi dijelaskan Simons-Morton et al. dalam penelitiannya yang dikutip Toivo Jurimae dan Jaak
Jurimae (2000:10) yaitu : “Revealed that
the modification of the school physical education program increased the time
children engaged in moderate to vigorous physical activity from less than 10%
to about 40%.” Bahwa modifikasi dari
program pendidikan jasmani di sekolah dapat meningkatkan aktivitas jasmani
anak-anak dari sedang hingga kuat dari 10% menjadi sekitar 40%.
Jumlah
waktu aktif belajar (JWAB) atau active
learning time (ALT) dalam
pendekatan bermain tampaknya akan lebih efektif karena siswa lebih menyenangi
bentuk pendekatan bermain sehingga motivasi mereka menjadi tinggi dan akhirnya
partisipasi mereka dalam pembelajaran akan lebih intensif. Seperti hasil penelitian Griffin
et al.,
(1995); Lawton, (1989)
dalam Kirk, D., and MacPhail, A.
(2002) menyatakan bahwa : “Pendekatan permainan lebih menyenangkan dibandingkan dengan pendekatan teknik,
sehingga mereka mungkin lebih sangat
termotivasi untuk berpartisipasi.”
Menurut
teori motivasi prestasi (achievement
motivation) disimpulkan bahwa motivasi seseorang akan menentukan hasil yang
dicapainya. Dapat diartikan jika
motivasi awal seseorang cukup tinggi maka hasil yang akan dicapai pun cenderung
baik. Sebaliknya, jika motivasi awal
seseorang rendah maka hasil yang akan dicapainya tidak akan baik atau memiliki
tingkat keberhasilan yang rendah (Schunk, 2012: 49). Pendekatan bermain yang lebih menyenangkan
dibandingkan pendekatan teknik akan meningkatkan motivasi anak untuk terlibat
dalam aktivitas-aktivitas jasmani.
Dunia
anak adalah dunia bermain, mereka dapat belajar, menemukan keberanian, menggali
berbagai pengetahuan dan pemahaman, serta berinteraksi ataupun meningkatkan
kecakapan sosial melalui aktivitas bermain.
Melalui pendekatan bermain, siswa diharapkan dapat meningkatkan
antusiasme mereka untuk terlibat dalam pendidikan jasmani sehingga terbiasa
untuk melakukan aktivitas-aktivitas fisik di luar sekolah dan/atau di masa
senggang (active lifestyle).
Keutamaan
dari pemahaman guru terhadap tujuan pendidikan jasmani yang dapat mengubah
perilaku siswanya adalah faktor penentu, seperti dikemukakan Auwelee et al., (1999: 23) bahwa: “An understanding of physical activity
determinants is needed if we are to make
significant progress in behavioural change through P.E. programmes.”. Pemahaman terhadap pentingnya pendidikan
jasmani sangat diperlukan jika kita ingin membuat kemajuan dalam perubahan
perilaku melalui program-program penjas.
Adapun yang menjadi syarat bagi
terlaksananya program-program penjas yang baik adalah:
a. Attitudes / sikap
Keinginan untuk aktif
secara fisik berhubungan dengan sikap tentang aktivitas fisik dan pengaruh
norma sosial. Sikap terdiri atas
kepercayaan tentang hasil yang didapatkan dengan melakukan aktivitas fisik
(contoh: aerobik membantu saya menurunkan lemak tubuh) dan nilai yang melekat padanya (contoh: saya ingin
menghilangkan lemak tubuh). Norma sosial
berhubungan dengan kepercayaan hal penting lainnya , seperti anggota keluarga,
dan tingkat yang ingin dicapai oleh setiap individu. Aktivitas fisik tidak selalu dapat
dikendalikan oleh individu, oleh karenanya penting untuk dapat meningkatkan feeling dan kontrol dalam memprediksi
intensitas dan aksi.
b. Intrinsic Motivation
/ motivasi intrinsik
Perilaku yang
termotivasi dari dalam berhubungan dengan tingginya perasaan tentang kompetensi
diri dari otonomi tentang determinasi diri.
Persepsi dari kejadian-kejadian eksternal akan mempengaruhi motivasi
intrinsik; kejadian-kejadian yang dapat dikontrol sepertinya dapat mengurangi
motivasi intrinsik; kejadian-kejadian yang menyampaikan informasi positif
tentang kompetensi akan meningkatkan motivasi intrinsik. Perasaan determinasi-diri (tuntutan dari
aksi) berhubungan dengan perilaku motivasi intrinsik lainnya.
c. Enjoyment / kegembiraan
Perasaan positif yang
berasal dari aktivitas-aktivitas pendidikan jasmani sepertinya akan menjadi
satu-satunya faktor determinan dari tujuan melakukan aktivitas fisik,
setidaknya dalam jangka pendek. Oleh
karenanya, pembelajaran penjas harus memiliki tujuan dan juga menggembirakan. Kegembiraan dapat menjadi batang dari otonomi
perasaan dan kontrol pribadi untuk menjadi tertantang secara optimal. Di samping itu, kegembiraan berhubungan
dengan keinginan untuk mencoba dengan keras, belajar, dan bekerja sama untuk
berkembang. (Auwelee et al., 1999: 23)
No comments:
Post a Comment