Monday, June 25, 2018

Kebebasan Pers Indonesia


Kebebasan Pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, baik secara tulisan maupun lisan melalui media pers seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan Pers dituntut tanggung  jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban, dan keamanan dalam maasyarakat bukan untuk merusaknya. Selanjutnya komisi kemerdekaan pers menggariskan lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat modern terhadap pers yang merupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers yaitu :
1.         Pers dituntut untuk menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur, mendalam dan cerdas.
2.         Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik yang berarti pers diminta untuk menjadi wadah dikalangan masyarakat.
3.         Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representative dari kelompok-kelompok dalam masyarakat.
4.         Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai dalam masyarakat.
5.         Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-hari, ini berkaitan dengan kebebasan informasi yang diminta masyarakat.
Adapun landasan hukum kebebasan pers di Indonesia termaksud dalam:
·        Undang-undang No.9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum.
·        Undang-undang No. 40 Tahun 1998 tentang pers.
·        Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran.
Setelah rezim Orde baru 1998 jatuh, kehidupan pers di Indonesia memasuki era kebebasan yang nyaris tanpa restriksi (pembatasan). Bila di era Orba terjadi banyak restriksi, di era reformasi ini pers menjadi bebas tanpa lagi ada batasan-batasan dari kebijakan pemerintah.
Konstelasi tersebut, tentu sangat dibutuhkan pers dan dalam upaya perwujudan masyarakat demokratis serta perlindungan HAM. Bukankah kebebasan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi (inti dari kebebasan pers) diakui dalam konstitusi kita (pasal 28 dan pasal 28F Uud 45 amandemen keempat) serta pasal 19 Deklarasi Universal HAM? Karena itu, pers yang bebas sangat penting dan fundamental bagi kehidupan demokratis. Sekalipun bisa diakui, bahwa pers yang bebas bisa baik dan buruk. Tapi, tanpa kebebasan pers, sebagaimana yang dikatakan novelis Prancis, Albert Camus, yang ada hanya celaka. Kemudian, dimanakah keburukan pers bebas? Pers bebas menjadi buruk. Menurut Jacob Oetama, bila kebebasan pers yang dimiliki pengelola per itu tidak disertai peningkatan kemampuan profesional, termasuk di dalamnya profesional ethics (Jacob Oetama, 2001). Apakah kemampuan profesioanl pengelola pers sekarang sudah meningkat? Persoalan tersebut mungkin bisa diperdebatkan. Namun, apakah etika profesioanl pengelola pers tersebut sudah meningkat? Rasanya, pertanyaan itu mudah dijawab, yakni secara umum malah merosot, kalangan tokoh pers sendiri mengakui hal tersebut.
Lukas Luwarso, mantan Direktur Eksekutif Dewan Pers menjelaskan, bahwa kebebasan pers yang sangat longgar saat ini tidak hanya menumbuhkan ratusan penerbit baru. Akan tetapi, juga menimbulkan kebebasan pers yang anarkis. Kebebasan pers telah menghadirkan secara telanjang segala keruwetan dan kekacauan. Publik bisa menjadi leluasa membaca dan menyaksikan pola tingkah figur publik. Serta, hampir tidak ada lagi rahasia atau privasi. Tabloid-tabloid yang sangat sarat berita dan foto pornografi sangat marak. Judul-judulnya pun sensaional, menakutkan dan bahkan menggemparkan (scare headline).
Mekanisme untuk menghentikan kebebasan pers yang kebablasan tersebut secara formal hanya bisa dilakukan melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan dan penegakkan etika profesi oleh dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers untuk menjaga kehormatan profesinya (lengkapnya baca: “Pasal pornografi Dalam Pers”). Guna memaksa, cara kedua ini mungkin lemah dan kekuatannya hanya merupakan moral profesi. Sejarah membuktikan, mengharapkan Dewan Pers berdaya menegakkan etika profesi wartawan adalah sesuatu yang otopis. Sedangkan cara pertama, penegakkan hukum di pengadilan itu lebih efektif karena bersifat memaksa dan ada institusi negara untuk memaksakannya.
Dalam konteks tersebut, tindakan polisi sebagai ujung tombak sistem peradilan pidana menjadi tumpuan. Kalau polisi pasif saja dan menunggu laporan, apalagi kalau malah ikut menikmati, tentu pers porno akan kondusif berkembang. Selama penegak hukum kita gampang “dikompromi” maka tidak salah pendapat yang mengatakan, polisi kita sudah tak berdaya alias loyo didalam memberantas pornografi.
Hal terpenting yang harus diperhatikan antara pers, masyarakat dan pemerintah adalah sebagai berikut :
1.      Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin untuk tercapainya tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
2.      Negara-negara demokrasi liberal barat mendasarkan kehidupan dan dinamikanya pada individu dan kompetesi secara antagonis, sedangkan Negara-negaea komunis berdasarkan pada pertengahan kelas yang bersifat dialektis materil. Adapun Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan baik antara individu dan masyarakat maupun antara berbagai kelompok sosialnya.
3.      Antara pemerintah, pers dan masyarakat harus dikembangkan hubungan fungsional sedemikian rupa, sehingga semakin menunjang tujuan bersama yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.      Hubungan antara masyarakat pers dan masyarakat seseungguhnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai pancasila, sehingga mampu membangkitan semangat patriotisme pengorbanan tanpa pamrih dan dedikasi total terhadap kepentingan rakyat banyak. Baik untuk menjamin tercapainya sasaran maupun karena sesuai dengan azas demokrasi pancasila maka dalam hubungan fungsional antara pemertintah, pers dan masyarakat perlu dikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya system kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka. Pembangunan masyarakat bisa berlangsunh dalam pola evolusi, reformasi dan revolusi.
5.      Adanya kekurangan merupakan gejala umum yang harus kita terima bersama, agar dalam melakukan koreksi kita tifak menimbulkan apatisme dan antipati melainkan justru menggairahkan usaha-usaha perbaikan dan pembangunan itu sendiri.
Hubungan antara pemerintah, pers dan masyartakat merupakan hubungan kekerabatan dan fungsional yang harus terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog.  Dalam konteks ini perlu dikembnagkan adanya mekanisme efektif oleh masyarakat pers itu snediri untuk mengatur perilaku kehidupannya.
Jadi bila dibahas lebih spesifik lagi pers memang lahir ditengah-tengah masyarakat sehingga pers dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pers lahir untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh informasi yang aktual dengan terus mnerus mengenai peristiwa-peristiwa besar maupun kecil.
Menurut Wilbur Schramn pers bagi masyarakat adalah Watcher Forum And Teacher (pengamat, forum dan guru ). Maksudnya adalah setiap hari pers memberi laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian dalam dan luar negeri secara tertulis dan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi kegenerasi.
Kajatisu G Marbu SH mengatakan, dalam penyelenggaraan roda pemerintahan dan pembangunan, harapan masyarakat dengan pemerintah harus sejalan. Dalam kaitan hubungan pemerintah dengan masyarakat itu pula, peranan pers sangat penting sebab pers adalah saran komunikasi pemerintah dan sebaliknya pers sarana masyarakat. Tidak mungkin pemerintah bisa berhasil tanpa peran pers. Oleh karananya pers adalah partner pemertintah, mislanya Kejaksaan dalam menjalankan tugas pemerintahan bidang penegakkan hukum.

C. Bentuk Penyalahgunaan Kebebasan Pers
1.        Pemberitaan atau penyampaian informasi yang tidak benar dan tidak memenuhi kode etik jurnalistik.
Penyiaran berita dan penyampaian informasi yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik dan kewartawan dapat terjadi. Hal itu, terutama sering dilakukan oleh wartawan atau pengelola media massa yang belum profesional sehingga merugikan pihak tertentu. Misalnya, penyebutan nama tersangka dan gambar lengkap tersangka yang melengkapi berita kriminal. Penyampaian itu dapat melanggar HAM karena dimungkinkan terjadinya pelanggaran HAM.

2.        Peradilan oleh Pers (Trial by Press)
Berita yang kurang berimbang dan tidak menggunakan pihak kedau (side both) kadang-kadang terlalu jauh mengadili person tertenu. Tentu saja hal itu secara tidak langsung melanggar atas praduga tidak bersalah (presumption of innocence)
3.        Membentuk Opini yang salah dan menyesatkan.
Dalam masyarakat tidak menutup kemungkinan akan terjadi berita atau informasi dari media yang pemahamannya kurang tepat, baik karena tingkat pemahaman pembaca maupun karena isi berita dan informasi media tersebut bertedensi membentuk opini public demi kepentingan oknum atau kelompok tertentu. Objektivitas berita dan informasi kurang dipentingkan. Dengan demikian, masyarakat dapat terpengaruh pola pikir dan pendapat yang menyesatkan. Iklan yang menggunakan bahasa serta informasi yang dilebih-lebihkan karena hanya mengejar nilai keuntungan semata, jelas dapat merugikan masyarakat.
4.        Bentuk Tulisan/ Siaran Bebas yang bersifat Provokatif
Adakalanya suatu media massa menurunkan informasi atau berita kepada masyarakat yang pengaruh yang menimbulkan emosi terhadap warga masyarakat tertentu. Hal demikian dapat terjadi karena keikhlafan penulis berita atas peliputan peristiwa tertentu atau mungkin juga disebabkan oleh informasi sumber berita atau sebab-sebab yang lain.
5.        Pelanggaran Terhadap Ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana
Sanksi penyalahgunaan penyampaian informasi dan komunikasi, antara lain terdapat dalam KUHP, misalnya Pasal 137 KUHP.
·      Delik penghinaan Presiden dan Wakil Presiden
Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden RI diatur dalam Pasal 137 KUHP. Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina presiden dan wakil presiden atau wakil presiden dengan niat supaya diketahui oleh orang banyak, dihukum selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00
Jika si tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lewat dua tahun sesudah pemidanaannya yang dahulu menjadi tetap karen kejahatan yang semacam maka ia dipecat dari jabatannya.
Selain itu, masih ada lagi pasal-pasal yang intinya mengenai penghinaan terhadap pejabat atau aparat pemerintahan, misalnya Pasal 144 tentang Penghinaan terhadap Raja atau Kepala negara dari Negara sahabat, pasal 207 dan 208 tentang penghinaan terhadap aparat pemerintah.
·        Delik Penyebar Kebencian (haatzai ‘artikelen)
Delik penyebar kebencian pada pemerintah dinyatakan dalam pasal 154 KUHP, pada pasal 155 KUHP.
·        Delik Penghinaan Agama
Penodaan atau penyebaran kebencian atau rasa permusuhan juga diatur dalam KUHP. Masalah penodaan terhadap agama diatur dalam pasal 156 KUHP.
·        Delik Kesusilaan / Pornografi
Dari ketentuan Pasal 282 KUHP dapat diketahui adanya 3 macam perbuatan yang diancam hukuman pidana, yaitu:
a.       Secara terang-terangan menyiarkan, menempelkan, atau mempertontonkan tulisan, gambar, atau barang yang melanggar kesopanan.
b.      Secara terang-terangan membuat, membawa keluar atau menyediakan tulisan, gambar, atau barang yang melanggar kesopanan.
c.       Secara terang-terangan menyiarkan, menujukkan atau menawarkan dengan tidak diminta tulisan, gambar, atau barang yang melanggar kesopanan.

d.      Iklan yang menipu.

No comments:

Post a Comment

About

About

loading...

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, k...

Search This Blog

Translate